JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, mengapresiasi langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang berkomitmen mewujudkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa defisit. Menurutnya, komitmen defisit nol adalah sinyal kuat bahwa pemerintah serius menjaga keberlanjutan fiskal.
“Komitmen Menkeu untuk menekan defisit hingga nol patut diapresiasi. Itu menunjukkan adanya kesadaran bahwa beban fiskal tidak boleh terus diturunkan kepada generasi mendatang,” ujar Hardjuno di Jakarta, Jumat (26/9).
Namun, Hardjuno menegaskan bahwa komitmen itu harus diikuti langkah konkret dalam menutup berbagai kebocoran keuangan negara, termasuk penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia menyoroti masih adanya tanda tanya besar terkait kewajiban BLBI di Bank Central Asia (BCA) yang menurut catatan Pansus BLBI DPD RI mencapai Rp26,596 triliun.
“Kalau serius mau defisit nol, maka penyelesaian kasus BLBI tidak bisa dihindari. Publik berhak tahu apakah kewajiban itu sudah tuntas atau belum. Jangan sampai rakyat terus menanggung beban obligasi rekap yang bunganya menguras APBN,” tegasnya.
Hardjuno bahkan mendorong pemerintah untuk memberlakukan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap sembari menunggu audit transparan soal kewajiban BLBI. Menurutnya, langkah ini penting agar APBN tidak terus terkuras untuk beban masa lalu, sementara persoalan hukum dan akuntabilitasnya belum pernah dituntaskan secara tuntas.
“Ini momentum bagi Menkeu untuk membuktikan keberanian politiknya. Kalau BLBI bisa dituntaskan secara transparan dan akuntabel, serta pembayaran bunga obligasi rekap dihentikan sementara, maka defisit nol bukan hanya target teknis, tapi juga hasil dari keberanian melawan beban sejarah,” pungkas Hardjuno.