JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Kapasitas kilang BBM Pertamina saatnya sebesar sekitar 1,1 juta barel per hari. Sebagian besar untuk memproduksi Premium RON 88. Usainyapun tergolong sudah tua. Sehingga tak bisa disulap langsung berubah memproduksi Premium RON 92 seperti usulan Tim Faisal Basri.
"Kilang Pertamina sudah tua. Dari yang ada hanya mampu menghasilkan produksi Premium RON 92 - 96 sebesar 200.000 barrel per bulan," ujar Ugan Gandar, Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) di Jakarta, Selasa (23/12/2014). Itu adalah kilang Balongan yang dibangun tahun 1994.
Sisanya, sebagian besar kilang BBM yang ada menghasilkan Naptha dengan RON sekitar 75 sejumlah 3.5 juta barrel per bulan. Naptha inilah yang dicampur (diblending-red) dengan RON 92 menjadi Premium RON 88. Pertamina menyalurkannya ke seluruh pelosok tanah air.
"Kalau Premium RON 88 dihilangkan mendadak maka product valuable (harga produk-red) kilang Pertamina jeblok dan hancur. Sehingga pesaing asing merajalela. Apalagi mereka tidak punya kewajiban dan kemauan supply atau memasok ke pelosok. Ambil daging di kota besar. Hanya pikirkan untung. Apakah ini yang diinginkan Pemerintah?" ujar Ugan Gandar.
Oleh karena itu, menurut Ugan, bila Pemerintah memang ingin Pertamina bisa berkembang dan besar maka penghentian produksi Premium 88 dilakukan secara bertahap. Selain itu, Pertamina didorong membangun kilang baru yang lebih canggih agar bisa memproduksi Premium RON 92.
Pembangunan kilang bisa dilakukan bertahap hingga mencapai kapasitas total sebesar sekitar 1,6 juta barel atau mendekati kebutuhan atau konsumsi. Sebaiknya lokasinya dilakukan tersebar di seluruh wilayah sehingga dekat dengan konsumen.
"Setelah kilang baru dibangun dan distribusi BBM secara merata ke seluruh Indonesia, silahkan Pemerintah putuskan penghapusan Premium RON 88. Sekali lagi, tanpa bangun refinery (kilang BBM-red) baru dengan complexity yang tinggi, penghapusan Premium RON 88 adalah bencana bagi Pertamina," ujar Ugan.