Opini
Oleh Jumhur Hidayat (Mantan Kepala BNP2TKI dan pimpinan DPP KSPSI yang membidangi Peningkatan Kesejahteraan Pekerja) pada hari Sabtu, 24 Mar 2018 - 10:22:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Uang Buruh Rp 73 Triliun Dipakai Buat Infrastruktur

7Jumhur-Hidayat.jpg
Jumhur Hidayat (Sumber foto : Istimewa)

Beberapa hari lalu, 21 Maret 2018, Direktur Utama BPJS-TK akan menyisihkan dana sekitar Rp 73 Triliun untuk mendukung program pembanguan infrastruktur melalui penerbitan surat utang.

Dana itu tentu besar sekali, atau sekitar 23% dari dana titipan kaum buruh/pekerja berupa uang iuran jaminan sosialnya yang sekarang berjumlah Rp. 320 Trilyun. Artinya, bila saja pelaksanaan penerbitan surat utang itu tidak hati-hati, maka akan menggoncangkan dana titipan kaum buruh/pekerja Indonesia.

Sebagai salah seorang pimpinan DPP KSPSI yang membidangi Peningkatan Kesejahteraan Pekerja yang jumlah anggotanya sekitari 4 juta orang yang rutin membayar iuran BPJS-TK, kita belum bisa menerima begitu saja pernyataan Direktur Utama BPJS-TK di atas.

Menurut akal sehat, dana titipan kaum buruh/pekerja itu hanya boleh diputarkan atau dikembangkan untuk suatu kegiatan yang tingkat spekulasinya sangat rendah. Sementara itu, program infrstruktur yang sekarang dibangun, masih rancu alias belum jelas mana yang bakal untung dan mana yang bakal rugi.

Sementara untuk mengelola dana buruh/pekerja di BPJS-TK haruslah menguntungkan. Karena itu seperti selama ini dilakukan, sebagian besar dana itu dikembangkan melalui pembelian obligasi pemerintah atau deposito di bank-bank negara.

Dengan kata lain, pengelolaan dana BPJS-TK pada kedua cara itu hanya bisa merugi bila NKRI menuju bubar atau bank-bank negara menuju bangkrut, yang mana hal tersebut sangat kecil kemungkinannya karena banyak entitas resmi yang mengawasi APBN maupun perbankan.

Secara umum memang baik bahkan perlu mengembangkan dana BPJS-TK agar mendapatkan yield atau perolehan pengembangan yang besar termasuk mengembangkannya dalam pembangunan infrastruktur. Namun sekali lagi, bahwa proses pengembangan itu harus dilakukan dengan tingkat resiko yang sangat kecil.

Terkait perolehan yang besar dengan tingkat resiko yang sangat kecil ini sesungguhnya bisa dilakukan walau harus terlebih dulu membuat dasar hukumnya. Tentunya itu semua bisa terjadi kalau ada kemauan politik dari penguasa.

Membangun infrastruktur dengan tingkat risiko pengembalian langsung yang kecil harus dihindari. Sebaliknya, bila merujuk kepada Presiden Joko Widodo yang mengatakan infrastruktur yang sudah untung, bisa dijual dan hasil penjualannya bisa membangun infrastruktur lainnya, maka sudah seharusnya BPJS-TK diarahkan untuk membeli infrastruktur model seperti itu.

Contoh gampangnya adalah kita mendukung bila BPJS-TK membeli jalan tol dalam kota Jakarta atau membeli Tol Cikampek Purwakarta atau membeli konsesi pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta atau Bandara Ngurah Rai atau membeli konsesi Pelabuhan JICT Tanjung Priok atau Pelabuhan Belawan Medan dan sebagainya yang secara kasat mata saja sudah pasti untung besar karena pasarnya captive dan sudah jelas.

Sebaliknya bila dana BPJS-TK dipakai untuk membiayai Tol Trans Sumatera dan berbagai ruas Tol lainnya yang belum jelas tingkat pengembaliannya atau membangun pelabuhan laut yang belum jelas berapa kapal yang akan melabuh dan sebagainya maka kita jelas menolak karena ini bersifat spekulatif dan berisiko tinggi yang bisa merugikan kaum buruh/pekerja Indonesia.

Hal ini perlu ditegaskan lagi karena menjual konsesi pengelolaan infratruktur yang sudah jelas sangat menguntungkan kepada swasta murni apalagi asing sepertinya lebih didahulukan dari pada dijual dengan menggunakan dana-dana masyarakat yang terkumpul.

Memaksakan memberi konsesi pengelolaan JICT Tanjung Priok ke asing diduga kuat karena ada dana yang bisa diberikan kepada pembuat keputusan. Sementara kalau dijual ke masyarakat luas misalnya melalui dana di BPJS-TK, Taspen, ASABRI dan sebagainya akan sulit mendapat dana kickback atau “kongkalikong “ yang jumlahnya sangat besar karena pengawasannya yang ketat.

Jadi jelas bahwa dalam soal beli-membeli konsesi infrastruktur yang sudah untung ini telah terjadi kerendahan moral dalam prosesnya, kecuali bila itu dijual menggunakan dana masyarakat luas.

Sementara itu, terkait dengan penerbitan surat utang untuk pembangunan infrastruktur, ini sama halnya dengan menjadikan BPJS-TK selayaknya bank yang meminjamkan kredit. Ini bisa juga diartikan bahwa perbankan tidak mau memberi pinjaman pada pembangunan infrastruktur tertentu karena memang kelayakannya yang diragukan.

Kalau tidak diragukan, tentunya perbankan akan memberi pinjaman itu karena perbankan memiliki banyak dana. Ekspansi kredit yang beberapa tahun sebelumnya di atas 10% per tahun nyatanya dalam 2 tahun terakhir selalu di bawah 10%, yaitu 9% pada 2016 dan 8,24% pada 2017. Artinya perbankan memiliki cadangan dana yang cukup besar untuk berekspansi.

Atas dasar ini, maka kita harus sangat berhati-hati dalam menggelontorkan dana BPJS-TK untuk pembangunan infrastruktur ini, kecuali memang pembangunan infrastruktur itu secara kasat mata pasti menguntungkan sekaligus tingkat resikonya sangat kecil.

Jadi jangan korbankan dana buruh/pekerja untuk kegiatan spekulatif, sebaliknya kerjakan saja dulu penjualan infrastruktur yang sudah menguntungkan agar mendapatkan dana segar.

Tapi sekali lagi harus diingat, jangan sembarang jual ke swasta atau asing, tapi jual ke dana titipan milik masyarakat seperti BPJS-TK atau sejenisnya. Kalau peraturan perundang-undangan belum mendukung, maka bisa dibuat aturan baru yang mendukung.

Sudah selayaknya aturan yang akan menguntungkan rakyat banyak, dibuat dengan seksama dan dalam waktu sesingkat-singkatnya.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #bpjs-ketenagakerjaan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Menjembatani Langit dan Bumi: Refleksi Indonesia atas Dua Jalan Peradaban

Oleh Tim Redaksi Teropong Senayan
pada hari Minggu, 11 Mei 2025
Pertarungan pemikiran antara Bill Gates dan Elon Musk bukan sekadar adu argumen dua tokoh global, melainkan pertarungan dua visi peradaban. Di satu sisi, Gates menekankan urgensi menyelesaikan ...
Opini

BILL GATES VS ELON MUSK: DUA JALAN PERADABAN

Matahari menyengat tanah merah di antara semak dan ilalang nun jauh di Afrika. Di sebuah pusat kesehatan yang nyaris kosong, seorang ibu muda bernama Maria memeluk anaknya, Afonso, yang demam ...