JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Setiap tahunnya pemerintah Indonesia mengumpulkan siswa teladan nasional tingkat SMP dan SMA setiap provinsi di Jakarta. Kegiatan yang berlangsung sejak dekade 1970-an itu telah menghasilkan ribuan alumni hingga sekarang.
Rupanya, masing-masing angkatan siswa teladan ini sampai sekarang masih terus berkomonukasi. Bahkan angkatan tahun 1980-an yang saat ini telah menjadi profesional di bidangnya masih sering berkumpul bersama. Tidak hanya bernostaligia, namun juga sharing tentang pengalaman dan akan menggelar kegiatan berskala nasional.
Hal ini juga yang terlihat pada para siswa teladan SMP angkatan 1989 dan SMA 1992 yang kini membentuk organisasi Persatuan Alumni (PA) Siswa teladan SMP89 dan SMP93. Mereka diantaranya adalah Muhammad Romahurmuziy (Yogyakarta), Muhamad Reza (Jawa Barat), Elfisar Hasan (Aceh), Happy Suryati Hamami (Lampung), Ari Wijayanti (Lampung), Dedy Hermawan Bagus Wicaksono (Jawa Timur), Widi Triwibowo (Jawa Tengah), La Ode Mutakhir Bolu (Sulawesi Tenggara), Helmy Pusparini (Kalimantan Tengah).
Menurut Reza, mereka intens berkomunikasi sejak 3 tahun terakhir. Para alumni siswa teladan ini sekarang bergelut di berbagai bidang, mulai pertanian, otomotif, teknologi, politik dan lainnya. Dengan usia yang rata-rata di awal 40-an tahun, mereka merasa sudah mempunyai pengaman yang banyak dan energi yang masih besar untuk lebih berkontribusi bagi Indonesia.
“Saya 17 tahun di Eropa, teman-teman lain juga banyak di luar negeri. Semua mempunyai pengalaman segudang. Saat bertemu kembali, kami melihat setelah 25 tahun berpisah, semuanya tetap dengan karakternya yang dulu, disiplin, pekerja keras dan penuh semangat. Mereka semakin mengukuhkan diri sebagai intelektual di bidangnya,” kata Reza dalam pesan singkatnya, Sabtu (9/6/2018).
Reza menyebut bahwa sebagai kontribusi bagi Indonesia, mereka dalam waktu dekat akan menggelar rembug saran yang bertemakan ‘Indonesia dan intelektualisme: masa lalu, tantangan masa kini dan peluang di masa depan’. Pembicaranya berasal dari para alumni siswa teladan sendiri.
“Kita mau melihat Indonesia dibangun dengan kultur intelektual. Ada dokter Soetomo tahun 1908, WR Supratman 1928 yang semuanya adalah tokoh inteletual. Begitu juga dengan Ir Soekarno yang seorang insinyur dan mister Mohammad Hatta,” jelas Reza.
Sementara itu Elfisar menambahkan bahwa Indonesia perlu memikirkan apa yang akan dilakukan di masa depan. Jika saat ini memprioritaskan infrastruktur, selanjutnya apa yang dilakukan untuk memaksimalkan investasi ini lebih lanjut.
“Semuanya harus lebih terarah dan berkesinambungan. Kita memikirkan teknologi pangan, kelautan, sumberdaya. Tidak hanya memanfaatkan bahan mentah yang diekspor,” jelas Elfisar.
Alumni siswa teladan lainnya, Dedy Hermawan menyebutkan bahwa saat ini yang diperlukan adalah bagaimana memperlancar arus pertukaran intelektual ke seluruh Indonesia. Peneliti yang telah mempunyai beberapa paten di bidang teknologi ini menyebut pendidikan di Indonesia saat ini masih berpusat di Pulau Jawa.
“Kita harus pikirkan bersama bagaimana pertukaran arus informasi dan SDM unggul bisa bisa dinikmati seluruh Indonesia. Juga bagaimana mensinergikan inteletual Indonesia yang ada di luar negeri,” ujar pria yang mempunyai gelar Dr. Dedy H.B. Wicaksono, S.T., M.Eng, tersebut.(yn)