Opini
Oleh Marwan Batubara (IRESS) pada hari Rabu, 17 Okt 2018 - 12:36:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Kasus BUMN Geo Dipa Energi: Batalkan Putusan MA yang Merugikan Rakyat!

26Marwan Batubara 2 (indra).jpg.jpg
Marwan Batubara (Sumber foto : Istimewa)

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang dipimpin Florensasi Susana telah mengabulkanpermintaan PT Bumigas Energi (Bumigas) agar Putusan Badan Arbitrase Indonesia (BANI) No.922/2017 tanggal 30 Mei 2018 dibatalkan. Putusan BANI tersebut adalah tentang perjanjian pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng dan Patuha tanggal 1 Februari 2005. Keputusan PN Jaksel ini berpotensi merugikan BUMN Geo Dipa Energi (GDE) dan menghambat pengembangan PLTP untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.Direktur Utama GDE Riki Ibrahim menyatakan putusan PN Jakarta Selatan tersebut bertentangan dengan hukum dan fakta persidangan yang berlangsung sebelumnya.

Setelah mengkaji secara seksama, IRESS menemukan bahwa kasus ini telah menjalani berbagai sidang yang panjang dan melelahkan di PN, MA dan BANI, di mana GDE sebelumnya telah ditetapkan sebagai pemenang.Karena itu, IRESS menuntut agar putusan PN Jaksel tersebut dibatalkan. BUMN yang menyelenggarakan usaha menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai konstitusi harus dilindungi dari berbagai upaya KKN.

GDE didirikan pada 5 Juli 2002 sesuai Akta Notaris Haryanto SH, No.6/2002. Status GDE menjadi persero pada 29 Desember 2011 sesuaiPP No.62/2011. Modal GDE semula berasal dari Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS), yang kemudian ditetapkan menjadi PMN (Penyertaan Modal Negara) sesuai PP No.1/2015 tanggal 5 Januari 2015, dengan nilai Rp 2.668.136.770.000. Pada 12 Agustus 2015, sesuai PP No.63/2015, GDE mendapat tambahan PMN sebesar Rp 607.307.000.000, sehingga sejak saat itu modal saham GDE adalah Rp 3.275.443.770.000.

Ditinjau dari sisi pemilikan saham, semula pada 2002 GDE dimiliki secara bersama oleh Pertamina (67%) dan PLN (33%). Namun pada 2011, 67% saham Pertamina di GDE diserahkan kepada Pemerintah RI. Selanjutnya pada 2016, 26,33% saham PLN yang ada di GDE pun dialihkan pula kepada Pemerintah RI. Sehingga saat ini, pemegang saham GDE sebagai BUMN adalah Pemerintah RI (93,33%) dan PLN (6,67%). Karena 100% saham PLN adalah milik negara, maka pada hakikatnya GDE adalahBUMN yang 100% sahamnya milik negara.

Setelah meninjau profil modal dan pemilikan saham GDE secara ringkas, maka wajar jika kita menuntut agar pengelolaan PLTP oleh GDE sesuai konstitusi, guna mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jika pengelolaan tersebut tidak optimal, dihambat oleh oknum-oknum pengusaha dan penguasa, melanggar kaidah-kaidah hukum dan bisnis yang berlaku, serta berpotensi merugikan negara, maka rakyat perlu melakukan perlawanan dan tuntutan hukum secara berkelanjutan.

Kronologi Kasus: 2005-2017

GDEberkontrak dengan Bumigas untuk mengembangkan PLTPDieng(Jawa Tengah)dan Patuha(Jawa Barat) sesuai kontrakNo. KTR.001/GDE/11/2005pada1 Februari 2005.Namun, karena Bumigas gagal melakukan kewajibankontrak,maka pelaksanaan proyek Dieng & Patuha tersebut terbengkalai.Karena itu,GDEmeminta pembatalan Perjanjian kepadaBANIpada 26 November 2007.Permohonan GDE tersebut dikabulkan,BANIkemudianmengeluarkan putusanpembatalankontrak.

AtasPutusan BANIdi atas, Bumigas mengajukan permohonan(pertama)pembatalan Putusan BANI pada 12 September 2008. Namun upaya Bumigas tersebutditolakMAberdasarkan Putusan Kasasi MA No.250K/PDT.SUS/2009pada30 Juni 2009 dan Putusan Peninjauan Kembali(PK)MA No.16PKIPDT.SUS/2010pada25 Mei 2010.Terhitung sejak dikeluarkannya putusan MApada 25 Mei 2010tersebut dan bahkan sejak adanya Putusan BANItahun 2007,GDEtidaklagimempunyai hubungan hukum dengan Bumigas karena pembatalan Perjanjian tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat.

Oleh karena itu,sesuai program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap kedua,GDEmelaksanakansendiripembangunan PLTPPatuhaUnit 1 (1 x 55 MW) dengandukunganpinjamandana dariBNI.PLTP Patuha Unit 1inimulaiberoperasi secara komersial pada September 2014, setelahtersambung dengan Jaringanlistri PLNJawa, Madura dan Bali.

Namun, saat pembangunan PLTP Patuhatersebutdimulai pada 2012, Bumigas kembali mengajukan permohonan pembatalan(kedua)Putusan BANI. Saat ituMA mengeluarkan Putusan No.586K/PDT.SUS/2012pada24 Oktober 2012,yang pada pokoknya membatalkan Putusan BANItahun 2007.GDEkemudian mengajukan upaya hukum PK atas Putusan Kasasi dan PK atas Putusan PK kepada MA,atas saran dan pendampingan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN) Kejaksaan AgungRI.

Namun, permohonan PKoleh GDEtersebut dinyatakan tidak dapat diterima (cq. Putusan MA No.143PKIPdt.Sus-Arbt/2013 tanggal 20 Februari 2014 jo. Putusan MA No.45 PK/ Pdt.Sus-Arbt/2015 tanggal 28 Mei 2015). Oleh karenaituPerjanjian antaraGDEdengan Bumigas diasumsikan berlaku kembali.Karena kembali berlakunya perjanjian, makaBumigas meminta agar dilakukan proses re-negosiasi terhadap syarat dan ketentuan di dalam Perjanjian.

Dalam proses re-negosiasi, Bumigas mengajukan permintaan ganti rugiberupaRight to Develop atas Proyek Dieng & Patuha (termasuk PLTP Patuha Unit 1 vanq telah beroperasi) dan ProjectDevelopment dengan skemaBuild Operate Transfer (BOT).GDEmenolak seluruh permintaan Bumigas karena permintaan tersebut tidak berdasar, sebabfaktanya GDEgagal menjalankan kontrak.Jika permintaan ganti rugi dipenuhi,makajelas negara akan dirugikan. PLTP Patuha Unit 1 merupakan barang milik negara yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melaluiPMN pada GDE!

Lebih lanjut, GDEbermaksud mengembangkan Proyek Dieng & Patuhamenggunakanpinjaman pihak ketiga. Namun, dengan adanya pembatalan Putusan BANI, proses pemberian pinjaman tersebut tertunda,menunggu perkembangan proses hukum antaraGDEdan Bumigas.Bumigas bahkan mengarahkan sengketa menjadi tindak pidana (kriminalisasi) denganmembuatlaporankepadaPolridalamperiode2012–2016.BumigasmenekanGDEuntukmengabulkan permintaanganti rugi.

Potensi kerugian negarajika GDEmenyerahkan PLTP Patuha Unit 1 kepada Bumigasmencapai Rp 2,4triliun.Salah satuupayakriminalisasi Bumigasterhadap GDE adalahterkait perizinan hak pengusahaanSDA panasbumi rezim lama yang dianggap tidak sah dan illegal.Padahal menurutaturanyang berlaku,ijin pengelolaan pengusahaan panas bumi rezim lama berupa kuasa pengusahaan jelas diakui oleh hukum Indonesia, seperti yang dijalankan oleh Pertamina Geothermal Energi (PGE) dalam mengelola 14 wilayah kerja PLTP.

Jikakriminalisasi tanpa dasardibiarkan,dan dikuatkanpulaoleh putusan pengadilan(MA), maka seluruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, serta pemegang sahamGDEdanPGEpun dapat dilaporkan pidana oleh pihak lain yang bermaksud merebut dan mengambil wilayah pengusahaan panas bumi diluar ketentuan peraturan yang berlaku.Yang jauh lebih penting, hal ini tentu akan menjadi preseden burukyangakan menghambat programpenyediaan listrik di Indonesia.

Proyek Dieng & Patuha termasuk programpenyediaanlistrik 35.000 MWsesuai Perpres No.4/2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan Perpres No.14/2017 tentang Perubahan atas Perpres No.4/2016.Proyek Dieng dan Patuha telah ditetapkan sebagai obyek vital nasional. Namun dengandibatalkannyaPutusan BANI dan upaya kriminalisasi oleh Bumigas terhadapGDE, pelaksanaan pengembangan Proyek Dieng & Patuhatelahterhambat.

Status Kasus pada 2017-2018
Permohonan yang diajukan GDE kepada BANI pada Februari 2017 terhadap Putusan MA No.45 PK/ Pdt.Sus-Arbt/2015 tanggal 28 Mei 2015, telah menghasilkan Putusan BANI No.922/II/ARB-B/2017 pada 30 Mei 2018. Putusan tersebut menyatakan Bumigas gagal menyediakan dana sesuai ketentuan Pasal 55 Kontrak dan menyatakan Kontrak dinyatakan berakhir terhitung 30 Mei 2018.

Selanjutanya, pada 19 September 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cq Deputi Pencegahan melalui surat No.B/004/LIT.04/10-15/09/2017 telah mengeluarkan surat kepada GDE bahwa Bumigas tidak pernah memiliki rekening di HSBC Hongkong baik dalam status aktif maupun yang telah ditutup. Padahal rekening HSBC Hongkong adalah rekening yang dinyatakan Bumigas sebagai rekening yang menerima prove of fund pada 29 April 2005 untuk memenuhi ketentuan pasal 55 Kontrak.Apabila ketentuan pasal 55 kontrak ini tidak dipenuhi Bumigas, maka dengan sendirinya kontrak berakhir sejak tanggal 1 Mei 2005.

Surat KPK di atas menunjukkan niat buruk Bumigas dengan menggunakan tipu muslihat kepada GDE sedemikian rupa agar Kontrak berlaku efektif.Selain itu, surat KPK tersebut juga menjadi salah satu bukti oleh GDE pada proses pengadilan di BANI yang menguatkan permohonan GDE untuk menjadi pertimbangan BANI atas permohonan GDE untuk mengakhiri Kontrak.

Namun, Bumigas kemudian kembali mengajukan permohonan (ketiga) pembatalan Putusan BANI No.922/2017 (yang telah memenangkan GDE) kepada PN Jakarta Selatan. Pada 4 September 2018, PN Jakarta Selatan melalui Putusan No.529/Pdt.G.ARB/2018 menyatakan Putusan BANI No.922/2017 dibatalkan.Namun dalam putusan ini, PN Jakarta Selatan tidak menyangkal kebenaran dan keberadaan surat KPK tanggal 19 September 2017.

Dampak dibatalkannya Putusan BANI No.922/2017 adalah Bumigas meminta GDE membayar ganti rugi sebesar Rp5 triliun sebagaimana gugatannya di PN Jakarta Selatan. Bumigas pun meminta GDE menyerahkan aset PLTP Patuha Unit 1 senilai Rp.2,5 triliunkepada Bumigas. Padahal PLTP ini sudah dibangun sendiri oleh GDE melalui pinjaman dari BNI. Tentu saja keputusan PN Jaksel di atas sangat pantas dicurigai sarat KKN, karena bukan saja absurd, tidak masuk akal, tetapi juga dengan vulgar melegalkan upaya perampokan aset negara.

Terhadap Putusan PN Jakarta Selatan ini GDE saat ini (Oktober 2018) sedang melakukan upaya hukum kepada MA sesuai ketentuan yang berlaku, agar kontrak dengan Bumigas dinyatakan berakhir. Dengan begitu GDE dapat segera melanjutkan pembangunan PLTP Dieng-Patuha 4x60 MW sesuai dengan target proyek pembangunan kelistrikan 35.000 yang sedang diusung pemerintah.

Kesimpulan dan Tuntutan

Uraian tentang kronologi kasus kontrak PLTP Dieng dan Patuha di atas telah memperlihatkan berbagai pelanggaran dan penyelewengan yang dilakukan Bumigas dan lembaga pengadilan. Bumigas terbukti telah gagal memenuhi ketentuan kontrak, gagal menyediakan dana proyek, melakukan kriminalisasi dan berbohong memiliki rekening di HSBC Hongkong (rekening fiktif). Karena didukung dan terlibat KKN dengan oknum-oknum penguasa, Bumigas leluasa menjalankan agenda bisnis dan mempengaruhi lembaga-lembaga pengadilan, sehingga putusan-putusan BANI dan MAyang telahmemiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat pun dapat dianulir.

Di sisi lain, IRESS melihat bahwa oknum-oknum hakim pada lembaga-lembaga pengadilan yang menangani kasus ini mengidap moral hazard yang justru terpengaruh dengan upaya KKN yang dilakukan Bumigas. Dengan begitu, keputusan yang diambil justru memihak kepada yang salah dan yang gagal memenuhi kewajiban kontrak. Keputusan lembaga-lembaga pengadilan tersebut bukan saja telah menghambat proyek pembangunan kelistrikan nasional, tetapi juga berpotensi merugikan negara triliunan Rp.

Oleh sebab itu, IRESS menuntut agar pemerintah dan DPR segera turun tangan menolong GDE dan menyelamatkan aset negara dari upaya perampokan oleh Bumigas dan oknum-oknum pejabat/aparat negara yang berada di belakang Bumigas. IRESS juga menuntut penegak hukum (Polri dan KPK) untuk segera mengusut tuntas dugaan tindak pidana yang telah dilakukan oleh manajemen Bumigas dan oknum-oknum di PN dan MA yang justru telah membatalkan beberapa Putusan BANI dan MA yang telah mengikat, guna memenangkan Bumigas dalam kasus yang telah menghambat pembangunan energi nasional ini.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...