Opini
Oleh Hersubeno Arief (Wartawan senior dan pemerhati publik) pada hari Rabu, 24 Apr 2019 - 11:56:46 WIB
Bagikan Berita ini :

Mind Game, Permainan Berbahaya KPU

tscom_news_photo_1556081806.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Benarkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang menjalankanmind games,permainan pikiran? Mereka coba mempengaruhi, memanipulasi rakyat Indonesia, —terutama pendukung Prabowo— agar meyakini bahwa pilpres sudah selesai.

Tidak perlu lagi melakukan perlawanan. Para saksi tidak perlu lagi mencermati hasil penghitungan suara.Quick countyang dilansir lembaga survei sudah benar. Jokowi menang dan Prabowo kalah?

Metode permainan psikologi untuk memanipulasi dan mengintimidasi pikiran orang itu cukup sederhana. Melalui Aplikasi Sistem Informasi Penghitungan Suara atau Situng, KPU memasukkan (entry) data dari daerah-daerah yang dimenangkan Jokowi.

Sebaliknya untuk provinsi yang dimenangkanPrabowo,entrydatanya diperlambat. Kalau toh dimasukkan, maka dipilih kota/kabupaten, bahkan kecamatan yang suaranya dimenangkanJokowi.

Abrakadabra…..! Melalui pemetaan dan pemilihan asal suara secara cermat, data yang ditampilkan oleh KPU angkanya bisa persis sama dengan hasilquick count. 54-45 persen.

Spekulasi itu belakangan ini banyak bermunculan di media sosial. Jangan terlalu cepat percaya.Pleasecek ricek terlebih dahulu.

Untuk membuktikannya silakan buka web resmi KPU dan masuk ke aplikasi Situng. Dijamin Anda akan kagum dengan hasil karya para komisioner KPU.

Aneh tapi nyata! Kok bisa-bisanya mereka melakukan hal itu. Tega banget! Mengangap semua orang Indonesia bodoh dan bisa dibodohi.

Praktisipublic relationsHeri Rakhmadi menulis sebuah opini dengan judul “Quick Count, Real CountKPU dan Angka Cantik 54 Persen.” Secara satire Heri mempertanyakan mengapa datareal countKPU bisa sama persis denganquick count?

“Setelah menghiasi layar kaca dan portal berita, kini angka 54 persen juga terus menghiasi layar tabulasi real count milik KPU. Tentunya angka 54 persen ini kembali disematkan kepada Paslon 01, walau sesekali dia dengan centil naik ke angka 55 persen,” tulisnya.

Wartawan Republika Harun Husein sudah dua kali membuat tulisan di akun facebooknya. Tulisan pertama berjudul “Real CountMasih Pilih Data.”

Harun menyoroti derasnya data KPU dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diidentifikasi menjadi kantong suara Jokowi. Sebaliknya data dari Jawa Barat dan DKI Jakarta, kantong suara Prabowo masuknya beringsut.

“Akibatnya, walaupun data masuk baru sekitar 7,75 persen dari total 813.350 TPS di seluruh Indonesia, hasilnya klop dengan _quick count_ dari lembaga-lembaga survei, seolah sudah distel sedemikian rupa,” tulisnya pada Sabtu (20/4) Pukul 23.49.

Harun kembali membuat tulisan kedua dengan judul “Real Count(Masih) RasaQuick Count.”

“Sampai dengan Senin pagi ini, porsi Jateng diReal Countmasih tetap yang terbesar, dengan 2,9 juta suara (13,9%), disusul Jatim 2,28 juta suara (10,9%), Jabar 1,9 juta suara (9,3%), DKI Jakarta 1,2 juta (5,7%). Sedangkan daerah-daerah lainnya jauh tertinggal.”

Ketika dibuka pada Selasa malam (23/4) pukul 20.20 WIB komposisinya tidak berbeda jauh dengan yang ditulis Harun. Total prosentase suara yang masuk ke Situng KPU 26 persen, tapi di tiap-tiap daerah berbeda-beda prosentase masuknya.

Beberapa daerah yang dianggap basis 01, seperti Jawa Tengah dan Bali tinggi inputnya. Jawa Tengah sudah 21 persen, Bali 35 persen. Sementara basis 02 seperti Jawa Barat baru 11,5 persen, Banten 15 persen.

Jakarta yang seharusnya bisa lebih cepat, ternyata data yang diinput baru 26 persen. Menariknya lagi-lagi data yang diinput terkesan mencurigakan. Wilayah yang diidentifikasi sebagai basis 01 seperti Jakarta Barat sudah 30,7 persen. Lebih tinggi dari basis 02 Jakarta Selatan 27 persen, dan Jakarta Timur 20 persen.

Di Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat tempat Jokowi memilih sudah masuk 49 persen, Menteng 50 persen. Namun Tanah Abang basis pendukung 02 baru 9,5 persen.

Heri dan Harun tidak salah. Walaupun keduanya menulis dengan nada bercanda, sedikit ngledek, tapi pesannya sama. Mereka mencurigai data yang dirilis Situng KPU kok “secara kebetulan” mirip dengan hasilquick count.

“Mbok data RC jangan statis seturut QC lah. Dinamis sikitlah, atau sekali-kali zig-zag seperti MotoGP yang ada adegan kejar-kejaran dan salip menyalip di tikungan, biar penontonnya antusias tepuk tangan mengelu-elukan jagoannya…,” pesan Harun.

Sampai kapan KPU bisa menjalankan skenariomind games? Mempengaruhi pikiran publik agar percaya bahwa hasilquick countbenar, dan Prabowo kalah?

Sulit bertahan

Bersamaan dengan semakin tingginya data yang masuk, maka dipastikan komposisinya akan berubah. Apalagi bila data dari Jabar yang menjadi basis 02 masuk.

Jangan lupa Jabar memiliki jumlah pemilih terbesar di Indonesia, 17 persen dari DPT. Data Situng KPU akan berubah sangat signifikan dan tak terhindarkan Prabowo menang. Apalagi bila data dari Sumatera dan sebagian Sulawesi yang dimenangkan secara mayoritas oleh Prabowo masuk. Skenario permainan pikiran publik itu berantakan.

Sampai disini kita bisa memahami mengapa KPU melakukan “kesalahan” input data yang sangat konsisten. Suara Jokowi bertambah, dan suara Prabowo berkurang.

Polanya sangat baku. Suara Jokowi digelembungkan, dan suara Prabowo dikempeskan di ratusan TPS. Itu adalah bagian dari skenario besar kecurangan.

Mereka bekerja secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). Mulai dari perencanaan, sebelum pelaksanaan, pada saat pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan Pilpres. Apapun caranya, berapapun harganya, Jokowi harus menang!

Bagaimana KPU bisa menjelaskan kasus di TPS 4, Petak Kaja, Gianyar, Bali. Suara Jokowi berubah dari 183 menjadi 1.183, dan suara Prabowo hanya 2. Jumlah seluruh suara sah di TPS itu sebanyak 185, jumlah suara tidak sah 4, sehingga total hanya 189 suara, baik yang sah maupun yang tidak sah.

Di TPS 48 Tanah Baru, Depok, Jabar Jokowi 135 suara, Prabowo 114 suara. Suara tidak sah 3 suara, dengan jumlah pemilih 252 orang.

Namun berdasarkan data Situng, suara untuk 01 dicatat 235 suara, dan 02 ditulis 114 suara. Ada penggelembungan 100 suarauntuk Jokowi.

Kalau ada waktu silakan buka media online dan medsos, dijamin Anda bakal kelelahan dan kewalahan karena mendapati “kesalahan” semacam itu. Kasusnya sangat buaanyaaak!

Suara Jokowi menggelembung sampai tambun. Suara Prabowo dikempesin sampai kurus kering.

Dengan jumlah TPS lebih dari 800.000, kalau mereka menambah rata-rata 10 suara, sudah ada penambahan 8 juta suara, atau sekitar 8 persen dari suara yang sah.

Kalau mereka bisa menambah 100 suara seperti di Depok, jumlahnya 80 juta. Tambahan suaranya sudah 50 persen. Kalau 1.000 suara seperti di Bali, jumlahnya mencapai 800 juta suara. Jokowi menang 450 persen!

Masuk akal? “Kalau mau curang ya sedikit cerdas lah. Mbok sekali-kali, ada suara Prabowo yang digelembungkan,” canda mantan Komisioner KPU Prof Chusnul Mariyah. End (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  #jokowi  #kpu  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...