Opini
Oleh Sepeda Man pada hari Minggu, 12 Mei 2019 - 00:21:18 WIB
Bagikan Berita ini :

Anatomi Revolusi

tscom_news_photo_1557595278.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

BUKUanatomi revolusi terkenal ditulis oleh Crane Brinton pada tahun 1952 dan direvisi tahun 1965, berjudul “revolution anatomy”. Buku tersebut hingga saat ini masih dicetak.

Buku tersebut merujuk pada empat revolusi besar classic,yaitu revolusi Inggris (1640-an), revolusi Amerika (1775), revolusi Perancis (1848), revolusi Rusia (1917).

Bercerita tentang anatomi revolusi makaadalah bercerita tentang detailnya bagian-bagian yamg menyebabkan terjadinya revolusi.

Brinton menggambarkan terjadinya suatu revolusi sama dengan fenomena alam akan terjadinya hujan lebat, mendung di langit yang telah tertutup awan gelap, kilat menyambar-nyambar. Kondisinya tidak ada pilihan lain kecuali turun hujan lebat.

Akumulasi awan menjadi gelap itulah yang disebut fenomena alam, mirip yang terjadi dalam fenomena sosial, udara terasa panas ngelekeb,kemudian turun hujan lebat yang menyapu seluruhnya, bukan sebagian sebagian wilayah.

Dalam fenomena sosial menjelang revolusi biasanya diawali oleh kekecewaan-kekecewaan kecil kemudian membesar menjadi prustrasi massal.

Bila di Indonesia akan terjadi revolusi seperti disampaikan Permadi yang telah viral itu, maka inilah kira-kiraurutan-urutan prakiraan penyebab logisnya, antara lain:

Seperti diketahui, sebelum peristiwa 212 telah ramai di medsos dilakukan penghinaan-penghinaaterhadap Islam yang diduga dilakukanoleh kaum fundamentalis tertentu, yang kemudian bermuara pada aksi 212.

Islam ketika itu menjadi obyek hinaan di medsos ditambah kemudian oleh Ahok . “Iman.. Apa itu iman..iman!? Sembahyang! Nih saya kalo mati pasti dapat makan, dapat rumah di sorga!”, begitulah ucapan Ahok yang viral ketika itu.

Kata-kata itu tentu dimaksudkan diduga untuk menyerang ajaran Islam, karena dalam ajaran Islam manusia bila mati belum tentu masuk sorga karena tergantung perbuatan baik dan buruknya selama di dunia.

Serangan dan melecehkan Islam dilakukan kemudian bertubi tubi oleh Ahok, dari mulai soal berqurban yang tidak boleh dilakukan di sekolah, menyoal jilbab di sekolah-sekolah negeri di Jakarta.

Sampai akhirnya Ahok terpeleset karena menghina surah almaidah 53. Kemudian terjadilah aksi damai 212.

Aksi 212 adalah aksi kemarahan rakyat mayoritas dengan menekan emosi, rumput tidak terinjak, sampah dibersihkannya sendiri.

Seperti lama dimaklumi Rakyat telah lama bersabar menanti saatnya tiba perubahan sesuai konstitusi, yaitu pemilihan presiden 2019.

Tapi kekecewaan menjadi bergulung gulung seperti akumulasi awan tebal ketika terjadi kecurangan yang masive, terstruktur dan brutal di Pilpres 2019 ini, dari mulai sebelum, sedang berlangsung hingga pasca pencoblosan.

Kemarahan ini ibarat awan tebal yang siap hujan lebat.. tinggal menunggu waktu. Lalu apa tanda-tandanya?. Tanda-tandanya adalah bila orang telah tidak takut ditangkap bahkan siap mati menjadi martyr (mati sebagai tumbal revolusi).

Revolusi bukanlah people power biasa seperti yang pernah terjadi di Philipina tahun 1986, atau ketika tumbangnya orde baru tahun 1998, yang hanya terjadi di ibu kota negara.

Tapi ini yg terjadi adalah hujan lebat yg merata diseluruh negeri.

Tujuan revolusi adalah bukan partial tapi adalah merekontruksi konstitusi, karena konstitusi yang ada dianggap tidak sesuai lagi dengan keinginan rakyat, misalnya rakyat menganggap konstitusi yang ada saat ini telah memperdaya mereka, yaitu hanya sebagai pemberi stempel pada kekuasaan yang tidak adil dan dzolim.

Tapi Revolusi hanya bisa terjadi bila dilakukan dengan kebersamaan dan bukannya oleh individu/kelompok yang ingin ngetop sendiri.

Bila hujan lebat akan terjadi makamengantisipasinya adalah dengan segera mencari tempat berteduh dan bukan malah menantangnya berdiri di tengah lapangan, karena bila itu dilakukan bisa tersambar petir.

Tapi karena faktor kekuasaan biasanya banyak orang lupa dan tidak waras, dan tidak mau tau tentang adanya fenomena alam dan sosial yang sedang berlangsung., dan akhirnya kemudian menyesal yang tidak berguna.

Karena dalam revolusi bisa jadi hari ini si penguasa itu menyandang bedil yangmenyebabkan orang ketakutan tapiapi besoknya diasudah menjadi orang buruan..

Waulohu A’lam bissawab. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...