Oleh Fuad Bawazier Menteri Keuangan Era Orde Baru pada hari Rabu, 07 Okt 2020 - 11:53:17 WIB
Bagikan Berita ini :

Omnibus Law: Rasanya Salah Sasaran Dan Kurang Lengkap

tscom_news_photo_1602046397.jpg
Fuad Bawazier Menteri Keuangan Era Orde Baru (Sumber foto : Istimewa)

Berbagai macam “terobosan” yang sudah diluncurkan Pemerintah dan DPR selama ini terbukti tidak efektip meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi secara meroket.

Boro-boro meroket, mempertahankan prestasi yang lama atau standar saja tidak mampu. Enam belas Paket Kebijakan Ekonomi yang diluncurkan Pemerintah Jokowi kabinet lalu, insentip-insentip perpajakan, pembangunan masif infrastruktur, reorganisasi dilingkungan birokrasi, pemberian-pemberian insentip dan kredit murah, dan lain-lain ternyata gagal meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Saya kira Omnibus Law yang baru saja di setujui dan di sahkan Pemerintah dan DPR akan mengalami nasib serupa yaitu gagal meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi seperti yang diargumentasikan selama ini.

Mengapa demikian? Karena problem utamanya tidak tersentuh. Apa itu? Korupsi dan birokrasi pemerintahan yang tidak efisien, tidak efektip, yang menyebabkan high cost economy remains there.

Kita tetap akan kalah bersaing dengan negara lain. Karena nampaknya belum ada political will untuk mengatasi yang namanya penyakit korupsi, serba tidak efisien dan tidak efektip, maka penyelenggara negara tentu akan menyari kambing hitam lain sebagai sasaran penggantinya.

Sasaran-sasaran penggantinya itu bukan saja sia sia dan gagal tetapi sebetulnya menyimpan bom waktu dan semakin memberatkan ekonomi Indonesia termasuk keuangan negara.

Memang tidak mudah bagi para pemangku kepentingan untuk mengatasi penyakit utamanya (korupsi dll itu) sebab itu berarti memerangi diri sendiri atau menampar muka sendiri.

Apalagi kita tahu bahwa sistem politik di Indonesia memang mahal dan serba duit. Untuk menjadi penyelenggara negara perlu uang yang mahal, mahal sekali. Jadi korupsi harus “di pelihara dan dijaga” demi kelangsungan sistem politik.

Lama lama menjadi kebiasaan dan serasa sudah menjadi kewajaran yang bisa di maklumi. Bagi mereka yang sebenarnya bukan penyelenggara negara, tentu akan terseret ikut ikutan korupsi untuk memperkaya diri. Aji mumpung.

Kita semua seharusnya menyadari bahwa tidak ada negara yang sukses selama penyelenggara negara dan policynya serta birokrasinya masih corruption friendly.

Alhamdulillah bumi Indonesia ini kaya raya dan rakyatnya sabar “penuh pengertian”, sehingga bisa lama bertahan dengan keadaan kehidupan ekonomi yang serba berat, tapi tetap saja ada batasnya. Waktulah yang akan membuktikan apakah tesis diatas benar. Meski saya yakin dengan tesis ini, tapi sejujurnya saya berharap salah.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Reformasi Polri di Persimpangan: Antara Kemandirian, Akuntabilitas, dan Tekanan Politik

Oleh Oleh Ariady Achmad | Founder TeropongSenayan.com
pada hari Selasa, 07 Okt 2025
Reformasi kepolisian kembali menjadi isu krusial dalam dinamika politik dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Beberapa opsi desain kelembagaan yang kini beredar di lingkaran elite pemerintahan ...
Opini

'Approach' Rongsokan

Jakarta, awal Oktober 2025. Di ruang sidang Pengadilan Tipikor yang biasanya dingin oleh AC dan naskah dakwaan, tiba-tiba udara jadi panas — bukan karena listrik padam, tapi karena akal sehat ...