Oleh Teguh Boediyana, Ketua Dewan Persusuan Nasional ( DPN ) pada hari Selasa, 05 Jan 2021 - 17:30:17 WIB
Bagikan Berita ini :

Peternakan Sapi Perah Rakyat: Lampu Merah

tscom_news_photo_1609842715.jpg
Teguh Boediyana, Ketua Dewan Persusuan Nasional ( DPN ) (Sumber foto : dok: Istimewa)

Judul tulisan ini mungkin dianggap sensasionil atau provokatif. Tetapi memang ada kondisi peternakan sapi perah yang perlu mendapat perhatian dari kita semua khususnya Pemeirntah. Beberpa indikasi yang dapat kita gunakan untuk menganggap bahwa peternakan sapi perah rakyat dalam keadaan lampu merah atau darurat antara lain :

Pertama, meskipun konsumsi susu dari bangsa Indonesia masih rendah ( 16 liter/kapita/tahun ) dan terendah di ASEAN, tetapi peternakan sapi perah rakyat hanya mampu memenuhi kurang dari 20 persen dari kebutuhan nasional. Namun demikian masih mampu mencipatakan ratusan ribu lapangan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kedua, sudah lebih dari limapuluh tahun stigma peternakan sapi perah rakyat adalah peternak gurem dengan pemilikan berkisar 2- 4 ekor tetap melekat. Masih jauh dari pemilikan ideal sekitar 10 ekor sapi perah dewasa.

Ketiga, bahwa setelah lebih dari empat puluh tahun dan sampai detik ini peternakan sapi perah masih pada posisi pemasok susu segar sebagai bahan baku Industri Pengolah Susu (IPS). Peternak sapi perah tidak pernah berkesempatan untuk memperoleh nilai tambah dari susu yang mereka produksi.

Keempat, wadah koperasi yang menjadi tempat bernaung peternak sapi perah menurun terus jumlahnya. Saat ini hanya terdapat 55 buah primer koperasi susu. Pada tahun 90 an pernah mencapai sekitar 230 buah.

Kelima, lebih dari dua dekade produksi susu segar stagnant. Demikian juga populasi sapi perah.

Keenam, dalam sepuluh tahun terakhir yang berkembang adalah usaha peternakan sapi perah skala besar. Terdapat usaha besar yang melakukan diversifikasi horizontal dan masuk ke ranah peternakan sapi perah karena yakin prospek sangat cerah.

Masih banyak lagi indikator yang dapat digunakan untuk membenarkan bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat dalam kondisi darurat atau lampu merah.

Keberanian Politik

Tahun 1978 dapat dikatakan sebagai tonggak berkembangnya peternakan sapi perah rakyat di tanah air. Mayor Jenderal Bustanil Arifin S.H di awal 1978 dalam kapasitas sebagai Menteri Muda Urusan Koperasi dan merangkap sebagai Kepala BULOG telah berani melakukan keberanian politik dengan “ memaksa “ Industri Pengolahan Susu wajib menyerap susu segar dari peternak sapi perah rakyat melalui wadah koperasi. Bukan hanya mewajibkan, tetapi juga menetapkan harga susu segar dinaikkan menjadi sekitarRp. 150,- - Rp. 180,- per liter. Sebelumnya IPS membeli susu segar dari peternak rakyat atau koperasi dalam jumlah kecil sebagai basa basi dan menetapkan harga Rp. 60,-/liter.

Kebijakan Pemerintah ini ternyata telah mampu menggairahkan peternak sapi perah rakyat yang ada untuk menata kembali usahanya. Kebijakan ini juga kemudian didukung dengan fasilitas kredit yang murah dan impor sapi perah untuk meningkatkan usaha dan produksi susu segar. Antara tahun 1979 – 1985 tidak kurang dari 85 ribu ekor sapi perah dara bunting diimpor dari Austyralia dan New Zealand dan kemudian didistribusikan ke peternak dengan kredit dengan bunga yang relatif ringan.

Komitmen Pemerintah saat itu sangat besar. Kebijakan mewajibkan IPS menyerap susu segar dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi pada tahun 1983. Dalam SKB 3 Menteri tersebut diatur ketentuan adanya rasio ijin impor susu dengan serapan susu segar. Selanjutnya pada tahun 1985 diterbitkan Instruksi Presiden no. 2 tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional. Payung hukum ini semakin memperkokoh upaya pengembangan produksi susu segar dalam negeri dan pengembangan peternakan sapi perah rakyat melalui wadah koperasi. Secara jelas dalam pasal 1 Inpres tersebut tersurat : “ Pengembangan persusuan ditujukan untuk meningkatkan dan memanfaatkan potensi persusuan dalam negeri sehingga terjadi peningkatan produksi susu untuk memenuhi permintaan dalam negeri, mengurangi impor, sekaligus meningkatkan pendapatan , menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani peternak “ .

Dengan dukungan penuh Pemerintah peternakn sapi perah rakyat berkembang pesat dan di awal tahun 1990 produksi susu segar dalam negeri mampu memenuhi 50 persen kebutuhan nasional.

Efek krisis Moneter tahun 1997.

Pada tahun 1997 adalah puncak krisis moneter di negara kita dan di bulan November 1997 ditandatangani Letter of Intent( LOI ) antara IMF dengan Pemerintah yang berisikan 50 buitr kesepakatan. Kita tahu bahwa LOI tersebut intinya adalah penghapusan segala bentuk proteksi dalam kebijakan ekonomi. Salah satu imbas adalah bahwa di bulan Januari 1998 diterbitkan Inpres No. 4 tahun 1998 yang isinya mencabut Inpres No. 2/1985 dan otomatis juga SKB Tiga Menteri tahun 1983.

Dengan dicabutnya Inpres No. 2/1985 praktis peternak sapi perah rakyat tidak memiliki payung hukum yang dapat melindungi dan menjadi dasar komitmen Pemerintah untuk pengembangan mereka. Atas nama liberalisasi, peternak rakyat harus beradu dengan IPS. Tidak ada lagi ketentuan kewajiban bagi IPS untuk menyerap susu segar dari peternak rakyat. Meskipun IPS berkomitmen ( memang mereka butuh) tetap menyerap susu segar yang dihasilkan peternak sapi perah rakyat, tetapi jelas bahwa posisi tawar peternak melalui wadah koperasi sangat lemah. Pemerintah tidak dapat lagi secara formal menjembatani IPS dan Koperasi Susu manakala ada dispute. Termasuk dalam hal ini terkait penetapan harga susu segar.

Masih banyak implikasi lain di mana peternak sapi perah rakyat memang dalam posisi tawar yang sangat rendah. Pada bulan April tahun 2013 peternak sapi perah rakyat melakukan unjuk rasa ke Kementerian Perekonomian menyampaikan beberapa tuntutan antara lain tentang kenaikan harga susu segar dan adanya payung hukum . Ini dapat dilihat di Youtube dengan topikPeternak Sapi Perah Menggugat.

Butuh lagi keberanian dan komitmen Politik pemerintah.

Belajar dari pandemic Covid 19, kita semakin sadar bahwa ketersediaan dan kecukupan pangan sebagai hal yang penting saat ini atau masa yang akan datang. Bangsa Indonesia tidak boleh lagi mengandalkan impor pangan karena tiap negara akan memikirkan kebutuhan mereka sendiri. Untuk itulah saat ini lampu merah peternakn sapi perah rakyat harus diperjuangkan menjadi lampu hijau. Bukan hanya soal kecukupan pangan, tetapi bahwa pengembangan peternakan sapi perah rakyat ini diyakini akan mampu menciptakan lapangan kerja yang sangat besar. Peternak sapi perah harus mendapatkan porsi keadilan dan kesempatan untuk sejahtera. Mereka harus pula dapat kesempatan memperoleh nilai tambah dari produk susu.

Banyak yang harus dan dapat dilakukan. Tetapi yang kita butuhkan pertama perlu diterbitkan Payung Hukum pengganti Inpres No. 2/1985 yang menyuratkan dan menyiratkan komitmen politik pemerintah dalam membangun peternakan sapi perah rakyat. Kita butuh ada seseorang yang dapat melakukan seperti dilakukan oleh Pak Bustanil Arifin di tahun 1978. Mungkin Pak Eric Tohir dapat menjadi penyambung lidahpeternak sapi perah rakyat untuk menyampaikan kepada Presiden Jokowi.

Berkali kali Dewan Persusuan Nasional berkirim surat kepada Presiden, tetapi tidak tahu nyangkut di mana.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...