Di tengah semakin terbukanya informasi dan meningkatnya kesadaran publik, kita menyaksikan bagaimana kebohongan demi kebohongan justru terus dipertahankan oleh para penguasa demi melanggengkan kekuasaan dan melindungi kepentingan kelompoknya. Bangsa ini tidak kekurangan bukti bahwa krisis moral dan keteladanan telah mengguncang fondasi kenegaraan kita.
Saya ingin mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu melawan praktik pembohongan publik yang sistemik. Ada lima kebohongan besar yang selama ini terus dipelihara dan justru makin mencederai akal sehat dan nurani bangsa.
1. Identitas Asli Jokowi Masih Menjadi Misteri
Isu mengenai identitas asli Presiden Joko Widodo kembali mencuat, bukan semata sebagai gosip politik, tetapi karena tidak adanya transparansi dan keterbukaan dari lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjamin validitas informasi publik. Kewajiban Presiden untuk menjadi teladan dalam kejujuran dan kejelasan rekam jejak menjadi taruhannya. Saat keraguan publik terus bergulir dan dibalas dengan pembungkaman suara, maka negara kehilangan kredibilitasnya.
2. Ijazah dan Etika Gibran: Cermin Politik Dinasti
Keterlibatan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang kontroversial tidak hanya menimbulkan kritik atas dugaan penggunaan ijazah tidak jelas (fufu-fufa), tapi juga memperlihatkan bagaimana standar etik dan keadilan politik diremehkan. Mahkamah Konstitusi, lembaga tinggi negara, telah digunakan sebagai alat justifikasi politik keluarga, bukan sebagai penjaga konstitusi. Apa yang dihadapi Gibran adalah contoh nyata krisis etika dalam demokrasi kita.
3. Pemilu Sarat Manipulasi
Pemilu 2024 telah menorehkan luka yang dalam dalam demokrasi kita. Dugaan kecurangan yang masif, dari manipulasi data pemilih, distribusi logistik yang tak transparan, hingga campur tangan kekuasaan, telah melahirkan pemerintahan yang legal secara administratif namun tidak legitimate secara moral dan kepercayaan rakyat. Ini ancaman serius terhadap masa depan republik.
4. Korupsi Ribuan Triliun Tak Tersentuh
Publik dikejutkan oleh temuan dan laporan dugaan korupsi ribuan triliun rupiah—dari sektor pertambangan, keuangan digital, hingga migas—yang menguap begitu saja. Bukannya diselidiki secara transparan dan tuntas, justru kasus-kasus ini ditutupi dengan berbagai isu pengalihan perhatian. Pemerintah dan aparat penegak hukum terlihat abai atau bahkan menjadi bagian dari lingkaran kekuasaan yang mengamankan pelaku-pelaku korupsi kelas kakap.
5. Survei yang Diproduksi untuk Menipu
Kepercayaan terhadap lembaga survei telah runtuh, karena publik menyaksikan sendiri bagaimana angka-angka kemenangan diolah bukan berdasarkan realitas lapangan, melainkan untuk membentuk opini publik yang menyesatkan. Lembaga-lembaga survei berubah menjadi alat propaganda politik, bukan institusi ilmiah yang menjaga kredibilitas demokrasi.
Saatnya rakyat tidak lagi menjadi penonton yang pasrah, melainkan bangkit sebagai pemilik sah republik ini. Kebohongan-kebohongan yang dipelihara dari puncak kekuasaan hanya akan membawa bangsa ini menuju kehancuran moral, sosial, dan ekonomi.
Ini bukan soal oposisi atau loyalis, ini soal kebenaran dan masa depan Indonesia. Sudah cukup kita dibohongi. Kini saatnya kita bersatu, bukan untuk makar, tapi untuk menyelamatkan martabat bangsa dari mereka yang menjadikan dusta sebagai jalan berkuasa.
Indonesia bukan milik para pembohong. Indonesia milik rakyat jujur yang mau berjuang.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #