Oleh PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PEREKAT NUSANTARA pada hari Minggu, 12 Nov 2023 - 21:26:08 WIB
Bagikan Berita ini :

Putusan MKMK Bisa Jadi Amunisi Politik Bagi DPR RI Mengimpeachment Presiden Jokowi

tscom_news_photo_1699799168.jpg
Petrus Selestinus (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Rakyat Indonesia sedang prihatin dan cemas karena saat ini 3 (tiga) lembaga negara yaitu Presiden, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemihan Umum (KPU) yang kewenangannya diberikan langsung oleh UUD 1945, namun pimpinannya diduga terlibat dalam konspirasi dengan supra struktur politik istana dalam politik praktis.

Padahal baik MK maupun KPU RI, merupakan lembaga negara yang kemandirian dan independensinya dijamin oleh UUD 45, seharusnya tidak boleh diintervensi secara melawan hukum oleh siapapun juga, terlebih-lebih oleh supra struktur politik demi politik praktis lewat nepotisme.

Putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) No.2/MKMK/L/ARLTP/10/ 2023, tgl.7/11/2023, serta merta mendelegitimasi Putusan MK No.90/PUU-XXI/ 2023, tgl.16/10/ 2023 ditandai dengan diberhentikan Anwar Usman (ipar Presiden Jokowi) dari jabatan Ketua MK, karena terbukti melakukan pelanggaran berat Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Oleh karena itu, dalam menetapkan Paslon, KPU dituntut menempatkan Putusan MKMK, sebagai landasan Hukum dan Etik, terlebih-lebih karena MKMK berhasil membongkar konspirasi politik di supra struktur politik (Istana) melalui jejaring Nepotisme di MK, satu dan lain karena menjadikan MK sebagai instrumen politik.

Membongkar Konspirasi

KPU tidak boleh membiarkan dirinya hanya berfungsi sebagai eksekutor pihak Istana, mengeksekusi Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, tgl.16/10/ 2023 dan mengabaikan Putusan MKMK yang secara Moral dan Etik mengembalikan wibawa dan marwah Mahkamah Konstitusi.

KPU harus pahami bahwa putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 dimaksud adalah produk konspirasi supra struktur politik Istana, memperalat MK melalui Anwar Usman, ipar Presiden Jokowi, demi meloloskan GRR mendampingi Bacapres Prabowo Subianto, sebagaimana secara eksplisit dan implisit diungkap dalam Putusan MKMK. Oleh karena itu suka tidak suka Putusan MKMK itu berimplikasi menimbulkan cacat hukum pada pencawapresan GRR, sehingga KPU tidak punya pilihan lain selain harus menyatakan batal pencawapresan GRR.

Putusan MK dan MKMK dimaksud, merupakan alat bukti “sempurna”, bahwa Etika kehidupan berbangsa dan bernegara di era Jokowi berada di titik nadir. Ini tentu mengancam integrasi nasional menuju krisis multi dimensi dan lahirnya krisis kepercayaan publik yang meluas kepada Pemerintah.

Hentikan Nepotisme

Praktek bernegara dengan cara mengabaikan Etika bernegara jelas menyimpang dari Pembukaan UUD 1945, TAP MPR No. XI/MPR/ 1998 dan TAP MPR No. VI/MPR/ 2001, yang secara tegas melarang relasi keluarga dalam Penyelenggaraan Negara (Nepotisme) melalui UU No. 28 Tahun 1999.

Mengapa, karena Nepotisme pada gilirannya akan merusak sendi-sendi Etika bernegara (kejujuran, rasa malu, keteladanan, toleransi, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa), berangsur angsur hilang dan akan muncul disintegrasi bangsa.

Untuk menghentikan Nepotisme Jokowi dengan daya rusak yang tinggi, hanya bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara, Pertama, Anwar Usman mundur total atau dipecat dari Hakim Konstitusi, sedangkan GRR segera mundur atau ditarik dari posisi Bacawapres dan diganti oleh Pimpinan Parpol dalam KIM.

Jika cara pertama gagal dilakukan, maka pilihan cara kedua, sebagai langkah konstitusional "Memproses hukum Presiden Jokowi melalui impeachment atas dugaan telah melanggar UUD 1945 dan peraturan hukum lainnya".

JAGA INTEGRASI NASIONAL

Secara kasat mata terdapat fakta yang notoire feiten, betapa Etika bernegara (budi pekerti, kejujuran, integritas, rasa malu, toleransi) mengalami penghancuran secara sistemik, selama 10 tahun Presiden Jokowi berkuasa.

Lembaga Kepresidenan, MK dan KPU, terkena imbas dari proses kehancuran akibat penyalahgunaan wewenang dengan menggunakan relasi keluarga dalam Tata Kelola Pemerintahan dan Penyelenggaraan Negara, tanpa rasa malu dan bersalah, karena itu harus diakhiri sekarang juga.

Penggunaan Hak Angket DPR bisa berkembang hingga Presiden Jokowi diimpeachment di MK. Ini tentu memerlukan dukungan publik guna mendapatkan legitimasi. Karena itu dalam melaksankan fungsi representasi rakyat, DPR memiliki alasan konstitusional mengimpeach Presiden Jokowi, tetapi dengan tetap menjaga integrasi nasional.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement
Lainnya
Opini

Generasi Rentan di Era Digital: Pelajaran dari Dunia, Jalan untuk Indonesia

Oleh Ariady Achmad
pada hari Senin, 15 Sep 2025
TEROPONGSENAYAN.COM - Mengapa kemajuan teknologi dan informasi justru melahirkan Generasi Rentan—kelas pekerja baru yang hidup dalam ketidakpastian? Pertanyaan ini bukan hanya relevan bagi ...
Opini

Sakit Asam Lambung Kronis, Dikasih Obat Paracetamol

TEROPONGSENAYAN.COM - Sakit asam lambung kronis, dikasih obat paracetamol. Itulah PYS. Analogi sederhana ini hendak menggambarkan betapa kebijakan ekonomi di bawah kepemimpinan PYS terlihat ...