Opini
Oleh Ariady Achmad pada hari Minggu, 20 Apr 2025 - 20:35:15 WIB
Bagikan Berita ini :

Menolak Feodalisme, Merawat Kejujuran

tscom_news_photo_1745156115.jpg
Herr Reinmar von Zweter (Sumber foto : Wikipedia)

JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.COM - Feodalisme bukan hanya peninggalan sejarah. Ia hidup dalam cara kita berpikir, berbicara, dan bertindak. Dalam struktur sosial-politik modern, feodalisme tampil dalam rupa yang lebih halus namun tak kalah menekan: relasi kuasa yang kaku, budaya sungkan yang membungkam kritik, serta bahasa eufemistik yang menutupi kenyataan.

Dalam praktik birokrasi dan kehidupan politik kita, fenomena ini menjadi pola yang berulang. Kritik dipandang sebagai ancaman. Ketundukan dianggap kesetiaan. Sopan santun dijadikan tameng untuk menghindar dari tanggung jawab. Bahkan korupsi sering kali hanya disebut sebagai “kelalaian administratif”.

Di ruang-ruang publik, kita masih mendengar pejabat yang lebih suka disebut “kurang optimal” ketimbang “gagal”. Penyimpangan disebut “kesalahan prosedur”. Padahal, yang dibutuhkan adalah keterusterangan—keberanian untuk menyebut salah sebagai salah.

Feodalisme seperti ini tidak hanya melanggengkan ketimpangan, tapi juga melumpuhkan keberanian. Ia membuat pejabat merasa kebal terhadap kritik dan membuat rakyat ragu untuk bersuara. Dalam jangka panjang, ini menciptakan lingkungan yang permisif terhadap praktik korupsi dan manipulasi kekuasaan.

Sudah saatnya kita menegaskan arah baru: membangun kehidupan bernegara yang berpijak pada kesetaraan, transparansi, dan integritas.

Bangsa yang sehat tidak tumbuh dari kepatuhan membuta, melainkan dari partisipasi aktif seluruh warganya. Demokrasi yang sejati menempatkan semua orang setara di hadapan hukum dan dalam ruang partisipasi publik. Tidak ada kasta dalam negara hukum. Jabatan bukan kehormatan yang harus disembah, melainkan amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks ini, kejujuran harus menjadi nilai utama. Ia bukan hanya soal sikap pribadi, tetapi fondasi bagi tata kelola negara. Tanpa kejujuran, hukum menjadi alat kekuasaan. Tanpa kejujuran, transparansi kehilangan makna. Tanpa kejujuran, pengawasan tidak akan pernah efektif.

Kita membutuhkan pemimpin yang bersedia dikritik dan rakyat yang berani mengoreksi. Kritik bukanlah penghinaan, melainkan bentuk cinta terhadap negara. Keterusterangan bukan bentuk pemberontakan, melainkan sumbangsih terhadap perbaikan.

Menolak feodalisme berarti menolak kepalsuan. Kita harus berhenti menutup-nutupi kebenaran demi menjaga gengsi atau hierarki. Kita harus memulihkan ruang publik sebagai ruang kejujuran dan akal sehat. Kita harus menciptakan iklim di mana keberanian bersuara lebih dihargai daripada kesediaan menjilat.

Perubahan tidak akan datang hanya dari reformasi kebijakan. Ia harus tumbuh dari keberanian moral dan kesadaran bersama bahwa negara ini milik semua, bukan hanya milik mereka yang punya kuasa. Dan itu semua dimulai dari satu sikap paling mendasar: kejujuran.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Hutang Kereta Cepat: Warisan Jokowi yang Menguras Kantong Anak Cucu

Oleh Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LL.M. Lawyer, Writer, Politician
pada hari Kamis, 16 Okt 2025
Indonesia akhirnya punya kereta cepat. Tapi sayangnya, yang cepat bukan cuma lajunya — juga pembengkakan biayanya, utangnya, dan klaim keberhasilannya. Dari proyek yang dijanjikan tanpa beban ...
Opini

Menjaga Keberadaban Media di Era Kebebasan: Suara Santri untuk Negeri

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dalam beberapa hari terakhir, publik digemparkan oleh tayangan Xpose Uncensored di salah satu stasiun televisi nasional, Trans7. Tayangan tersebut menyinggung santri dan ...