Oleh Tim Redaksi Teropong Senayan pada hari Minggu, 11 Mei 2025 - 18:09:35 WIB
Bagikan Berita ini :

Menjembatani Langit dan Bumi: Refleksi Indonesia atas Dua Jalan Peradaban

tscom_news_photo_1746961775.jpeg
(Sumber foto : )

Pertarungan pemikiran antara Bill Gates dan Elon Musk bukan sekadar adu argumen dua tokoh global, melainkan pertarungan dua visi peradaban. Di satu sisi, Gates menekankan urgensi menyelesaikan persoalan dasar umat manusia: kemiskinan, penyakit, pendidikan, ketahanan pangan. Di sisi lain, Musk melambungkan mimpi menjelajahi ruang angkasa, membangun koloni di Mars, dan melampaui batas-batas biologis manusia.

Denny JA, dalam esai “Bill Gates vs Elon Musk: Dua Jalan Peradaban”, menangkap ketegangan itu secara puitik dan tajam. Namun bagi kami di Indonesia, pertanyaannya bukan hanya siapa yang benar. Yang lebih penting: di mana posisi kita? Dan jalan mana yang harus Indonesia tempuh?

Refleksi Indonesia: Ketika Afonso Bernama Siti atau Udin

Dalam kisah Afonso—anak Afrika yang meninggal akibat terhentinya bantuan kesehatan—kita seakan melihat cermin suram tentang anak-anak Indonesia yang hidup di batas kemiskinan. Mereka yang sulit mengakses gizi seimbang, air bersih, atau vaksin dasar.

Meski Indonesia telah mencatat pertumbuhan ekonomi positif, ketimpangan dan ketertinggalan masih nyata. Ketika dunia melompat ke era digital, masih ada wilayah kita yang belum teraliri listrik. Ketika perusahaan teknologi merancang mobil otonom, masih ada ibu hamil yang ditandu puluhan kilometer menuju puskesmas.

Dalam konteks ini, pandangan Gates terasa dekat dengan realitas kita. Menyelesaikan soal dasar adalah pra-syarat sebelum bicara tentang masa depan futuristik.

Antara Lompatan Teknologi dan Keadilan Sosial

Namun kita tidak bisa juga mengabaikan semangat Elon Musk. Dunia memang butuh lompatan. Indonesia pun demikian. Kita tidak boleh terus tertinggal dalam inovasi, hanya karena terus berkutat dalam urusan mendasar yang tak kunjung tuntas.

Indonesia telah bermitra dengan SpaceX untuk peluncuran satelit. Kita mendorong pembangunan ekosistem kendaraan listrik. Kita berbicara tentang kecerdasan buatan, digital government, dan ekonomi berbasis inovasi.

Tapi lompatan itu akan timpang jika tak dibarengi dengan pemerataan. Indonesia harus menjadi bangsa yang cerdas secara teknologi dan sekaligus adil secara sosial.

Jalan Ketiga: Menciptakan Sintesis ala Indonesia

Bagi Indonesia, pertanyaan antara “Gates atau Musk” bukanlah pilihan biner. Justru kita perlu menciptakan sintesis. Menjadikan teknologi sebagai alat mempercepat pemerataan. Menjadikan inovasi sebagai sarana memperluas empati.

Pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil perlu menata arah pembangunan nasional agar mampu menjawab tantangan dasar dan mempersiapkan lompatan masa depan. Puskesmas digital, layanan publik berbasis AI, pertanian presisi untuk petani kecil, hingga pendidikan daring yang menjangkau pelosok—semua ini adalah wujud dari upaya menjembatani dua jalan peradaban itu.

Menyongsong Masa Depan tanpa Melupakan yang Tertinggal

Jika kita gagal memadukan visi Gates dan Musk, kita akan terjebak dalam pembangunan yang timpang. Kita akan punya kota pintar di Jakarta, tetapi masih ada anak-anak kelaparan di NTT. Kita akan membanggakan satelit, tetapi lupa bahwa sinyal telepon pun masih absen di banyak desa.

Indonesia tidak boleh begitu.

Kita harus menjadikan perdebatan Gates vs Musk sebagai panggilan untuk menemukan jalan kita sendiri: jalan yang membumi, namun tetap menatap langit.

Afonso dan Masa Depan Kita

Afonso mungkin bukan warga negara kita. Tapi kisahnya adalah bagian dari tanggung jawab kemanusiaan kita. Ia mewakili suara jutaan anak-anak yang tidak bisa memilih siapa pahlawan teknologinya, tapi sangat bergantung pada keberpihakan dan kebijakan negara.

Indonesia yang beradab adalah Indonesia yang memastikan bahwa tak satu pun anak wafat sia-sia karena negara alpa atau teknologi hanya dimiliki segelintir.

Inilah momen reflektif bagi kita: Menyatukan hati dan nalar. Menyatukan Gates dan Musk. Menyatukan pembangunan dan keadilan. Agar kita tidak sekadar menjadi bangsa yang ikut dalam arus peradaban, tetapi juga mampu memimpinnya.

Jakarta, 11 Mei 2025
Redaksi TeropongSenayan.com

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

BILL GATES VS ELON MUSK: DUA JALAN PERADABAN

Oleh Denny JA
pada hari Minggu, 11 Mei 2025
Matahari menyengat tanah merah di antara semak dan ilalang nun jauh di Afrika. Di sebuah pusat kesehatan yang nyaris kosong, seorang ibu muda bernama Maria memeluk anaknya, Afonso, yang demam ...
Opini

MEMBONGKAR KEMUNAFIKAN

Bagi siapapun yang diberi amanah untuk memimpin bangsa, menyelesaikan masalah bukan hal yang mudah. Terlalu banyak persoalan yang telah diwariskan oleh Joko Widodo. Ia memang tidak mampu memimpin dan ...