Opini
Oleh Ariady Achmad pada hari Sabtu, 12 Mar 2016 - 06:30:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Berpolitik Sebagai Mata Pencaharian atau Sebuah Panggilan Pengabdian

63d0d202525e3a7f8d28cb99ecbe03e558cbfe7d6e.jpg
Kolom Obrolan Pagi Bareng Ariady Achmad (Sumber foto : Ilustrasi/Teropong Senayan)

Rasanya cukup memprihatinkan sekaligus merisaukan menyaksikan sejumlah pejabat publik berlatar belakang politisi tersangkut kasus korupsi. Baik mereka itu sedang di lembaga eksekutif maupun legislatif.

Sebut saja beberapa kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK yang menyeret sejumlah politisi yang sedang menjadi anggota DPR maupun DPRD. Demikian pula terhadap sejumlah Gubernur, Walikota maupun Bupati di sejumlah daerah.

Hampir semua kasus korupsi tersebut memperlihatkan betapa berlebihannya para pelaku koruptor itu meraup uang haram. Sejumlah mata uang, bukan hanya rupiah namun juga mata uang asing, biasanya menjadi barang bukti.

Berpolitik seakan tak lagi sebuah cara untuk mewujudkan gagasan atau ideologi partai politik yang yakini dan dipilihnya. Berpolitik dengan demikian bukan lagi untuk membangun tatanan masyarakat sesuai keyakinan ideologi yang di percayai.

Tak berlebihan jika bagi mereka itu berpolitik tidak lebih sebagai mata pencaharian. Menjadi pejabat publik dilakoni sebagai cara menumpuk pendapatan dan harta. Bukan mengemban amanah dari masyarakat yang telah memilihnya.

Kekuasaan yang digenggamnya bukan untuk kemashlahatan masyarakat. Namun untuk keperluan diri sendiri dan keluarga. Akibatnya, mengelola dana negara layaknya milik nenek moyangnya. Kewenangan dijadikan komoditi ditukar dengan materi.

Barangkali inilah ekses kehidupan yang sarat diwarnai pragmatisme. Semua diukur berdasarkan keuntungan jangka pendek dan tidak mau rugi. Inilah barangkali bentuk serbuan budaya hedonisme yang menggusur nilai-nilai dan ideologi.

Berpolitik kini sering lebih dilandasi sebagai cara meraih karir dan sumber pencaharian. Pasar bebas persaingan politik membuat biaya politik tidak murah. Investasi politik bukan lagi karya, namun berubah menjadi sejumlah dana atau uang.

Apakah berpolitik sebuah panggilan pengabdian yang masih membanggakan?(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ketika Konstitusi Ditekan Dinasti

Oleh Ariady Achmad & Tim Teropong Senayan
pada hari Rabu, 07 Mei 2025
Jakarta, TEROPONGSENAYAN.COM - Dalam sejarah republik ini, terpilih secara konstitusional tak pernah menjadi jaminan kebal dari koreksi politik dan etik. Soeharto dilantik secara sah pada 11 Maret ...
Opini

Hariman Siregar Menutup SKUAD Angkatan Pertama: Menanam Kader, Menjaga Demokrasi

Jakarta, 4 Mei 2025, TEROPONGSENAYAN.COM - Pada usianya yang ke-75, Hariman Siregar tak berhenti merajut harapan. Pagi ini, ia menutup secara resmi Sekolah Kader untuk Aktivitas Demokrasi (SKUAD) ...