Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang menyebut BPK 'ngawur', sesaat setelah keluar dari Gedung KPK (Selasa 12/4) , menuai kritik. Sebagai seorang Gubernur Kepala Pemerintahan Daerah, seharusnya Ahok mengetahui tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebagai lembaga tinggi negara yang dibentuk berdasarkan Pasal 22E UUD 1945, BPK berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pembelian lahan RS. Sumber Waras senilai Rp 800 M yang terindikasi korupsi itu kan menggunakan uang negara, jadi wajar saja BPK melakukan audit investigasi supaya kasus ini jadi terang benderang.
Selama lembaga ini ada, BPK telah bekerja sesuai Konstitusi dan UU Nomor 15 Tahun 2006, belum ada pihak yang mengatakan BPK 'ngawur'. Baru kali ini ada Gubernur seperti Ahok yang mengatakannya. Tentu ini tidak etis dan bisa menjadi preseden buruk bagi pihak-pihak yang juga diaudit oleh BPK.
Apalagi pernyataannya itu disampaikan Ahok, setelah diperiksa sebagai saksi dalam kasus Korupsi RS. Sumber Waras di KPK. Dimana audit investigasi yang dilakukan BPK digunakan untuk kepentingan penyidikan kasus ini. Pernyataan Ahok ini dapat diindikasikan sebagai tindakan yang menghalangi atau memengaruhi proses penyidikan (obstruction of justice).
Barangkali Pak Ahok kelelahan setelah diperiksa penyidik KPK selama 12 jam, bahkan dikabarkan pingsan, karena panik jadi asal sebut saja untuk mencari kambing hitam. Kalau begitu siapa sebenarnya yang 'ngawur'.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #