Opini
Oleh Ariady Achmad pada hari Jumat, 23 Mar 2018 - 11:35:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Sangkakala Skandal E-KTP, Tabir Jahat Parpol

13obrolan pagi-1.jpg
Kolom bersama Ariady Achmad (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso )

Didahului tangisan dan pengakuan bersalah, Setya Novanto menyebutkan nama-nama penerima dana skandal korupsi E-KTP saat sidang di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Kamis (23/3/2018). 'Nyanyian Novanto' kali ini serasa 'memekakkan langit politik' seperti Sangkakala.

Sangkakala E-KTP itu membuka tabir skandal korupsi yang meneguhkan sinyalemen tentang sisi jahat partai politik dan kekuasaan. Mengapa? Semua nama-nama yang disebut Novanto penerima dana korupsi E-KTP adalah para politisi, bahkan elit partai politik. Bahkan beberapa diantaranya menjadi pejabat publik, baik Menteri maupun Gubernur.

Tak hanya itu, Novanto adalah aktor politik yang berada dalam epicentrum skandal korupsi E-KTP. Namun, berkat kepiawaian sekaligus kelicinannnya, dia berhasil menjadi Ketua DPR maupun Ketua Umum DPP Partai Golkar. Sulit menyangkal bahwa dua kursi jabatan publik dan politik itu diraih karena konspirasi dan kemampuannya mendapatkan dukungan politik saat masih menggenggam dan menguasai permainan politik.

Masih belum hilang dari ingatan, bagaimana sepak terjang Novanto - saat masih menjadi Ketua DPR dan Ketua Umum DPP Partai Golkar - seperti menjungkirbalikan logika publik. Bukan hanya berpura-pura sakit dan memain-mainkan etika dan profesional tenaga medis dan rumah sakit, namun publik juga terhenyak saat pra peradilan memenangkannya. Bahkan sebelumnya, Novanto juga lolos dan memenangkan permainan dalam skandal 'Papa Minta Saham'.

Namun mungkin Novanto lupa bahwa logika jutaan rakyat yang mendukung KPK tak bisa terus menerus menerima skenario cerita konyol yang terus menerus dia tebarkan. Meski itu dengan menggerakkan simpul-simpul kekuatan politik yang ada dalam genggamannya, baik di jantung kekuasaan maupun parlemen. Bahkan justru tragis dan menjadi sejarah kelam sekaligus cemoohan, Novanto digelandang ke tahanan KPK meski mengaku sakit.

Kini, saat dukungan politik dan kekuasaan lepas dari genggamannya Novanto menyadari tentang kesendiriannya. Seperti diungkapkannya, dia kini menjadi rakyat biasa. Tangisan dan penyesalan di depan hakim barangkali menyadarkan bahwa hanya dia sendiri yang bisa menyelamatkan dirinya. Sebab, teman, kolega bahkan kekuasaan mulai meninggalkannya.

Tak ada alasan bagi KPK untuk tidak menindaklanjuti pengakuan Novanto. Apapun motivasi, alibi maupun pretensi Novanto. Sebagai lembaga independen yang menjalankan amanah reformasi untuk pemberantasan korupsi, KPK harus mengusut nama-nama penerima dana skandal korupsi E-KTP yang disebut Novanto. KPK juga perlu menelusuri pengakuan pembicaraan Novanto dengan Pramono Anung. Sebab, dalam penegakan hukum dan masyarakat menhendaki KPK tidak tebang pilih.

Sebagai peniup Sangkakala E-KTP, KPK juga harus menjaga keamanan diri Novanto. Terlebih lagi, Novanto menjadi orang yang paling mengetahui sekaligus aktor skandal korupsi E-KTP ini. Setidaknya dua sosok kunci lainnya sudah meninggal dunia yaitu Sri Mustokoweni dan Burhanudin Napitupulu. Tabir skandal korupsi E-KTP harus di buka seterang-terangnya. Sebab, bangsa ini tidak ingin terus menjadi obyek sisi jahat partai politik dan kekuasaan.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Wawasan Yusril Sempit Untuk Bisa Membedakan Ahli Ekonomi, Ahli Hukum, atau Ahli Nujum

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Sabtu, 13 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024 (bukan April Mop), saya hadir di Mahkamah Konstitusi dalam kapasitas sebagai Ahli Ekonomi, terkait sengketa Perselihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya ...
Opini

Wawasan Yusril Sempit Untuk Bisa Membedakan Ahli Ekonomi, Ahli Hukum, atau Ahli Nujum

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024 (bukan April Mop), saya hadir di Mahkamah Konstitusi dalam kapasitas sebagai Ahli Ekonomi, terkait sengketa Perselihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya ...