Opini
Oleh ; Iswandi Syahputra (Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga) pada hari Kamis, 25 Okt 2018 - 16:59:42 WIB
Bagikan Berita ini :

Republik Tanpa Rasionalitas Publik

63iswandi.jpg.jpg
Iswandi Syahputra (Sumber foto : Ist)

Cara mudah membaca peta percakapan netizen di media sosial berdasarkan kecenderungan pada kelompok Pendukung Incumbent (PI) dan Pendukung Oposisi (PO):

*1). Kasus Ratna Sarumpaet (RS)

PI: Usut sampai tuntas, ini kepentingan bangsa.

PO: Percayakan pada proses hukum.

*2). Kasus korupsi Meikarta

PI: Tanpa reaksi

PO: Usut sampai tuntas, ini kepentingan bangsa.

*3). Kasus hentikan politik bohong

PI: Tanpa reaksi

PO: Siapa sebenarnya yang berbohong?

*4). Kasus Sontoloyo

PI: Tanpa reaksi

PO: Siapa sebenarnya yang Sontoloyo?

*5). Kasus pembakaran bendera Tauhid

PI: Jangan mau dipecah belah.

PO: Siapa yang memecah belah?

Dari gambaran ini kita bisa melihat ruang publik _(public sphere)_ belum tercipta dengan baik karena publik tidak memiliki agenda yang sama.

Mengapa?

Karena agenda publik hanya bisa tercipta jika memenuhi 3 syarat, yaitu:

1). Setiap publik memiliki akses pada media (sosial).

2). Setiap publik bersifat setara.

3). Setiap publik memiliki rasionalitas.

Syarat ketiga bagi terciptanya ruang publik tersebut belum dipenuhi. Di Media sosial, publik yang rasional sama kuatnya dengan publik yang tidak rasional.

Mari kita uji:

Mengutuk praktik korupsi dalam kasus Meikarta dan mendesak KPK untuk membongkar kasus besar ini harusnya menjadi agenda rasional publik. Tapi mengapa ada kelompok publik yang biasa berjuang dalam agenda pemberantasan korupsi seperti pada kasus Rekening Gendut, Cicak vs Buaya atau Prita Mulyasari diam tak berkutik?

Itu sebabnya, musuh kita bukan bendera atau kalimat tauhid, tapi hilangnya rasionalitas publik.

Republik tanpa rasionalitas publik... Ini bahaya laten. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Menjembatani Langit dan Bumi: Refleksi Indonesia atas Dua Jalan Peradaban

Oleh Tim Redaksi Teropong Senayan
pada hari Minggu, 11 Mei 2025
Pertarungan pemikiran antara Bill Gates dan Elon Musk bukan sekadar adu argumen dua tokoh global, melainkan pertarungan dua visi peradaban. Di satu sisi, Gates menekankan urgensi menyelesaikan ...
Opini

BILL GATES VS ELON MUSK: DUA JALAN PERADABAN

Matahari menyengat tanah merah di antara semak dan ilalang nun jauh di Afrika. Di sebuah pusat kesehatan yang nyaris kosong, seorang ibu muda bernama Maria memeluk anaknya, Afonso, yang demam ...