Opini
Oleh M. Nigara (Penulis adalah Wartawan senior, Mantan Wasekjen PWI) pada hari Kamis, 14 Mar 2019 - 15:55:39 WIB
Bagikan Berita ini :

Duh, Agum Kambuh

tscom_news_photo_1552553739.jpg
Agum Gumelar (Sumber foto : Ist)

AGUM Gumelar, kambuh lagi. Tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba mantan Menteri Perhubungan di era Gus Dur dan Megawati itu, menyerang Capres 02, Prabowo Subianto. Senjatanya tetap sama, soal pelanggaran HAM 1998.

Tahun 2014, Agum yang mantan Ketua Umum PSSI itu, juga melakukan hal yang sama. "Saya tidak rela Prabowo jadi presiden," katanya saat bercerita mengenang pilpres 2014. "Saya minta metro untuk mewawancarai saya. Saya pasang badan karena selisih Jokowi dengan Prabowo sudah sangat mepet," katanya lagi berulang-ulang di rumahnya dan di hadapan kalangan olahraga khususnya sepakbola.

Ya, mantan Danjen Kopasus itu berkisah soal penculikan dan pelanggaran ham berat hingga rekomendasi pemecatan. Masih kata Agum, jika ia tidak bercerita soal itu, belum tentu Jokowi menang. Kisah ini diungkap lantaran upaya Agum untuk bertemu Jokowi selalu kandas. Padahal JK sudah mengintruksikan pada Menpora Imam Nahrawi agar mencabut pembekuan PSSI. Tapi sang menteri membandel hingga Agum yang juga Ketua Dewan Pembina PSSI itu harus bertemu presiden sebagai atasan menpora.

Mungkin, rasa kecewanya itu yang membuat keluar semua uneg-unegnya. "Kita harus membela PSSI sampai titik darah penghabisan!" tegasnya saat memimpin tim adhoc bentukan FIFA untuk menyelamatkan organisasi olahraga tertua di tanah air itu.

Tim adhoc pun bersemangat untuk melawan kesewenang-wenangan atas pembekuan PSSI itu. Tapi semangat tim padam menyusul kepulangan Agum yang ikut Erik Thohir, sebagai utusan pemerintah ke FIFA, di Swiss. Bukan hanya kempis, tim adhoc berhenti kerja tanpa pembubaran dan tanpa perpisahan.

Kecewa

Agum memang tidak keliru karena dia merupakan salah seorang anggota dewan kehormatan ABRI. Tapi, di luar dugaan, ternyata ada kisah lain di balik itu.

"Saya tidak bisa terima, dia (Prabowo) sudah memfitnah saya!" kenangnya. "Ini terkait soal kemenangan Megawati atas Suryadi saat pemilihan ketua umum PDI," katanya.

Intinya, Agum menuding Prabowo memfitnahnya hingga Pak Harto, Presiden RI ke-2, menggeser dirinya dari Danjen Kopasus menjadi Kasdam Bukit Barisan. "Saya ini Danjen Kopasus, kok dibuang?" kenangnya dengan wajah begitu serius.

Agum sungguh marah. Ia mengaku berteriak dengan keras saat malam hari di rumahnya. Pekiknya tepatnya protes Agum pada mereka, satu di antaranya Prabowo. "Hei kamu yang sedang berkuasa, jangan tertawa di atas penderitaan orang!"

Entah karena kejadian itu atau karena hal lain, Agum tampaknya sungguh-sungguh ingin menjegal Prabowo. Dua kali ia melakukan hal ini. Dan kedua-duanya dilakukan di saat-saat akhir proses pilpres. Apakah ini tanda-tanda Jokowi sudah di ambang kekalahan atau entah karena apa?

Hanya saja, dulu saat Prabowo (Cawapres) berpasangan dengan Megawati tahun 2009, kok tidak muncul kisah ini? Apakah saat itu Agum tidak melihat peluang Mega-Prabowo? Padahal menurut undang-undang dasar, jika presiden berhalangan tetap, maka wapres akan jadi presiden.

Atau saat itu Agum masih bisa menerimanya? Atau, entahlah...

Sama seperti kader- kader PDIP dan kader partai koalisi TKN lainnya yang tidak melakukan apa pun ketika itu. Tapi, sejak 2014 hingga 2019 ini tiba-tiba mereka seperti tersadar hingga mau melakukan sesuatu secara membabi buta? Duh, kok ya begitu?

Prabowo sendiri tidak pernah diajukan ke pengadilan militer. Dan, mereka, termasuk Agum, ya tenang-tenang saja. Selain itu, Prabowo pun masih menerima uang pensiun yang berarti ia diberhentikan dengan hormat. Dan, beberapa korban yang diculik tim mawar, Pius dan Desmon bukan hanya hidup, tapi anehnya malah ikut partai Gerindra yang dipimpin Prabowo. Silahkan ditafsirkan sendiri ya...

Atau, mengapa Agum dan para "penggugat" --saya sengaja tidak ingin menggunakan istilah fitnah-- menghentikan langkah Prabowosebelum maju dan ditetapkan sebagai Capres? Misalkan membawa atau menggugatnya ke jalur hukum, ke komnas ham? Atau kejalur lain yang sesuai dengan perundangan yang berlaku? Mengapa justru setelah undang-undang pemilu menetapkan dan mensahkan, mereka baru panik?

Seorang sahabat berbisik: Kalau boleh, bikin aja semacam kuis kecil khusus untuk para purnawirawan Kopasus, mana yang mereka cintai: Agum atau Prabowo. Hehehe, hasilnya pasti akan membuat orang tercengang. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...