Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Jumat, 13 Sep 2019 - 12:48:43 WIB
Bagikan Berita ini :

Pemberantasan Korupsi di Simpang Jalan

tscom_news_photo_1568353723.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Sulit berharap perjalanan pemerintahan di lima tahun ke depan yang lebih baik, transparan, dan bersih. Hal ini berhubungan dengan ramai dan dipermasalahkan publik revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(KPK). Penggunaan Hak Inisiatif DPR ini disetujui oleh Pemerintah Jokowi. Semua tahu keduanya memiliki kepentingan yang sama yaitu mengurangi kewenangan KPK. Baik DPR maupun pemerintah menjadi pihak yang terbanyak menjadi pesakitan KPK dalam proses hukum tindak pidana korupsi. Dengan kelemahan yang ada, KPK telah berbuat banyak untuk menekan dan menindak pelaku korupsi.

Reaksi masyarakat cukup marak. Banyak lembaga yang menolak revisi mulai dari ormas, perguruan tinggi, hingga lembaga lintas agama.Dirasakan ada upaya pelemahan bahkan "pembunuhan" peran komisi antiruswah ini. Sejarah sedang dibuat. Bukansejarah bertinta emas akan tetapi hitam kelam. Hukum bukan menindak pelaku kriminal tapi hukum menjadi pelaku kriminalitas itu sendiri. Hukum yang membuka celah mempersilahkan atau menolong orang yang mencuri atau merampok uang negara. Inilah ironi negara hukum.

Persoalan sensitif elemen pembunuhan antara lain KPK menjadi lembaga Pemerintah, penyelidik dan penyidik yang tidak otonom, penyadapan harus izin dewan pengawas, penuntutan koordinasi kejaksaan, dibuka kran penghentian penyidikan, dan lainnya. Intinya KPK akan terkebiri.
Jika revisi seperti ini terjadi, maka KPK tidak menjadi lembaga efektif pemberantasan korupsi. Nampaknya ini sejalan dengan arah bahwa soal korupsi ke depan masuk dalam ruang kewenangan kepolisian semata. Kini ketua KPK terpilih nyatanya dari unsur kepolisian. Agenda yang nampaknya sudah terencana sistematis.

Pemberantasan korupsi disimpang jalan. Dengan kompetensi KPK yang luas dan otonom saja rasanya korupsi sulit diberantas. Apalagi dengan KPK terkebiri maka diprediksi korupsi semakin berkembang dan membudaya dengan efek jera yang minim.

Bukan saja pemberantasan korupsi yang disimpang jalan, akan tetapi Indonesia pun berada di simpang jalan. Persoalan kedaulatan, beban hutang, krisis kepemimpinan, rapuhnya moralitas, dan arah pengelolaan negara yang kabur. Ditambah kini perangkat pemberantasan korupsi yang terkebiri.
Quo vadis rezim Jokowi.

Bandung, 13 September 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #kpk  #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...