TEROPONGSENAYAN.COm - 1988 ingatan saya tertuju pada sosok berbadan kurus, berbaju putih dan kuat merokok. Pertemuan kali pertama itu di kantor LPHAM Hj Princen (Pongke) yang letaknya tak jauh dari setasiun Gondangdia Jakarta Pusat.
Setelah terjadi pertemuan di beberapa tempat, saya baru mengetahui bahwa dia adalah seorang aktivis senior dari Jawa Barat. Setya Dharma Pelawi aktivis 78 Universitas Padjadjaran seangkatan bang Darwin Djamal Unpad Hendardi, Mas Indro Tjahyono, Heri Akhmadi aktivis ITB.
Bagi saya, Tya (panggilan akrab) adalah sosok transformator gerakan dan penghubung gerakan transisi 78 ke 80 an. Tya adalah tokoh senior gerakan yang tidak mengenal kasta. Dan itu dibuktikan kepada siapa saja, dalam berteman dan berkomunikasi, tidak ada penghalang antara senior dengan yunior. Tidak pernah dirinya membedakan soal usia dalam aktifitas gerakan. "Yang penting melawan Soeharto dan tumbangkan rejim Orde Baru" tandasnya kepada saya.
Beberapa seangkatannya sepeti bang Darwin Djamal (Almarhum) pernah mengatakan bahwa "Setya adalah sosok yang militan dan cerdas". Setya juga pernah mengatakan kepada saya bahwa dirinya pernah studi di Perancis mengambil statistik.
Tapi karena jiwa petualangannya lebih lekat sebagai aktivis daripada keilmuannya, Bea Siswa studi di Perancis ditinggalkan. Seirama dengan waktu, karena saya sering bertandang ke Jakarta. Di tahun 1989 saya berjumpa lagi di lembaga Skephi Tebet Barat Dalam Jakarta.
Disanalah komunikasi saya semakin intens, bahkan saya sering diajak dan diikutkan merancang gerakan di bawah tanah, rapat gelap melawan rejim Orde Baru. Saya merasa beruntung berkesempatan dapat belajar pada Setya. Selain senior dalam gerakan, Setya mempunyai jam terbang tinggi, sehingga memahami peta gerakan mahasiswa secara nasional.
Banyak hal yang pernah kami buat bersama. Selain mengadakan penguatan gerakan rakyat juga mengorganisir buruh pelabuhan Tanjung Priok. Tahun 1989 saya beberapa kali berkunjung ke rumahnya dan selalu berpindah-pindah rumah.
Rumah itu tempat kami untuk mengadakan rapat gelap dan menyusun aksi- aksi. Dimana ada aksi disitu ada Tya, dimana ada rapat gelap disana pula ada Tya. Maka saya menyebutnya Tan Malaka reborn. Karena dimanapun ada rapat dan penyusunan aksi gerakan dia selalu ada. Tya adalah sosok aktivis yang tidak merasa dirinya sebagai senior. Dan tidak gila hormat, sehingga dengan aktivis 98 pun dia memberikan tempat dan kesempatan. Di kantor Yopi Lasut (Almarhum) sering kami berdiskusi dan tukar informasi gerakan antar kota. Ini penting agar supaya di kota-kota yang sepi akan pergerakan dapat tumbuh sebuah perlawanan dan bangkit melawan rejim Soeharto. Maka tak heran, di berbagai kota besar aktivisnya mengenal nama Setya Dharma.
Gaya bicaranya berapi-api dan doktriner, tidak pandang pada seangkatan maupun jauh di bawahnya. Saya juga pernah di kenalkan pada sahabatnya yang waktu itu sebagai menteri Menkominfo Rudi Antara. Baik Rudi maupun Tya adalah sahabat baik sejak sama-sama kuliah di Unpad.
Di Kabanjaje dan Berastagi Sumatera Utara, saya pernah diajaknya menginap di rumah Ibu dan adiknya Saya diperkenalkan dengan keluarganya. Demikian pula saya diajak menginap ke rumah mertuanya Tya di Bandung. Di perkenalkan pada keluarga mbak Nia istri Setya. Mereka adalah orang yang egaliter dan penuh kebaikan pada teman- teman aktivis yang suka singgah di rumahnya.
Tya adalah tipe manusia open house. Friendly pada kawan- kawan. Aktivis segala jaman, yakni ikut era 78, 80 dan juga 98. Ia terus mengikuti perjalanan politik. Tak pernah ia berpikir bahwa nanti akan menjadi apa. Atau sebagai aktivis harus menjadi sesuatu. Meski kader- kader dan teman- temanya banyak yang menduduki jabatan tak sedikit ang menajdi Menteri. Tetapi Setya lebih senang tampil sebagai manusia biasa dan egaliter.
Sedangkan nilai perjuangan yang ia perjuangkan pada perubahan politik di Republik ini sangat besar. Saham yang ia tanam pada perubahan politik tidak dapat di tukar dengan kadar idealismenya.
Hari ini banyak sahabat yang merasa kehilangan atas kepergiannya. Dari info yang saya baca di grup WA aktivis Pro Demokrasi PRODeM), Jaringan Aktivis Antar Generasi (JALA), Sahabat Almarhum Rizal Ramli dll. Mereka semua mengucapkan rasa bela sungkawa.
Jove Manukoa aktivis Prodem: "Ya Tuhan kang Tya..kemarin saya masih WA sama kang Tya, OMG"
Inisial NA aktifis Prodem : "Tgl 26 Juni beberapa hari lalu masih teleponan dengan almarhum kang Tya"
Beathor Suryadi aktivis Prodem dan PDIP : "Sakit apa ya.. Kok ngak ada info, jum"at lalu masih hadir di jln Lautze"
Jus Suma Dipradja, jurnalis senior dan pejuang kemanusiaan : " Dro.., betul Tya Wafat?"
Desyana aktivis Indemo dan Prodem : "Jumat lalu, sehabis dari Lautze bang Tya, Desy, Tami, Putra bersama dalam satu kendaraan. Bang Tya turun di Cawang UKi, dia masih seperti biasa tetap semangat.
Heroe W Dumairy Pengacara, aktivis Yogyakarta: " Tya orang baik. Orang yang selalu bikin guwa tertawa, walaupun kadang-kadang ngeselin tapi itu yang buat kita senang berkawan dengannya." Selamat jalan bang Setya Darma, surga Allah tempatmu.
Dan masih banyak lagi ucapan baik di Twitter, FB, WA maupun Media Sosial lain.
Dari sini kita paham bahwa Setya Dharma mempunyai teman yang banyak dan peduli akan kepergiannya.
Setya Dharma adalah sosok aktivis yang konsisten memegang teguh pendirian dan tidak pandai bepencak silat dalam politik. Tak lincah manuver apalagi menengadah tangan untuk meminta kekuasaan. Meski teman- temannya banyak yang menjadi pejabat sejak reformasi hingga hari ini.
Setya lebih menerima kenyataan dalam hidup. Bahwa menjadi orang tidak selalu di nilai dengan jabatan atau materi. Tetapi komitmen pembelaan pada rakyat yang tersakiti oleh kekuasaan adalah parameternya.
Tya meski tidak selalu meninggalkan hiruk pikuk politik Jakarta tapi ia lebih senang tinggal di pinggiran yang cukup jauh disana. Dengan usia yang 68 tahun, tak bisa melawan alam semesta.
Perumahan Citra Indah City Jonggol Jawa Barat. Sesekali Tya pergi ke Jakarta untuk mengikuti aktifitas kaum pergerakan di InDemo atau Prodem yang tetap konsisten menyuarakan jeritan rakyat yang masih tertindas.
Tya kini telah tiada. Dia adalah seorang yang militan bukan saja ketika melawan rejim Orde Baru. Di semua rejim Tya menjalankan apa yang pernah Tan Malaka lakukan yaitu mempraktikkan dialektika politik perjuangan dan pergerakan.
Penulis adalah sahabat almarhum.
Tinggal di Bantul Yogyakarta.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #