Oleh Ariady Achmad pada hari Kamis, 17 Jul 2025 - 10:30:15 WIB
Bagikan Berita ini :

Dugaan Korupsi Orang Dekat Bobby Nasution: Ujian Integritas di Panggung Politik Sumut

tscom_news_photo_1752723015.jpg
Bobby (Sumber foto : Istimewa)

TEROPONGSENAYAN.COM - JAKARTA, Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Topan Obaja Ginting—salah satu pejabat tinggi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sekaligus orang kepercayaan Gubernur Bobby Nasution—publik kembali dihadapkan pada pertanyaan krusial: seberapa besar pengaruh relasi personal dalam konfigurasi kekuasaan, dan seberapa rentan jalur kepercayaan disusupi oleh kepentingan sempit?

Penempatan Loyalis: Simbol Kekompakan atau Celah KKN?

Topan Ginting bukan nama asing di lingkaran dalam Bobby Nasution. Sejak menjabat Wali Kota Medan, Bobby menempatkannya dalam sejumlah posisi strategis, termasuk Sekretaris Daerah Kota Medan dan kemudian Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut.

Dalam banyak sistem pemerintahan, penunjukan orang kepercayaan dianggap wajar demi efisiensi birokrasi. Namun, ketika kepercayaan itu bergulir tanpa mekanisme kontrol yang kuat, celah penyalahgunaan wewenang semakin terbuka. Itulah yang kini sedang disorot publik: apakah Topan bertindak sendiri, atau ada aliran komando dan keuntungan yang lebih luas?

OTT KPK dan Dugaan Fee Proyek

Dalam OTT yang digelar 26 Juni 2025, KPK menetapkan Topan sebagai tersangka atas dugaan suap proyek pembangunan dan rehabilitasi jalan senilai lebih dari Rp 230 miliar. Dalam konstruksi kasusnya, Topan diduga menerima fee dari kontraktor tertentu dengan imbalan kemudahan dalam penunjukan proyek, melalui mekanisme e-katalog yang semestinya transparan.

Disebutkan pula adanya dugaan pengondisian tender dengan jeda waktu, serta komitmen fee antara 4–5 persen dari nilai proyek. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita uang tunai Rp 231 juta, yang diyakini sebagai bagian dari komitmen tersebut.

Bobby Nasution: Siap Diperiksa, Tidak Beri Bantuan Hukum

Menariknya, Bobby Nasution merespons cepat kasus ini. Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Topan. Bahkan, Bobby menyatakan kesiapannya jika KPK ingin memeriksa dirinya.

Pernyataan itu patut diapresiasi, namun juga perlu diuji secara faktual. Sebab, komitmen antikorupsi tidak cukup hanya lewat retorika, tetapi juga harus dibuktikan melalui keterbukaan dalam penyidikan serta kesediaan untuk mendukung penelusuran jejak aliran dana dan keterlibatan pihak lain—tanpa intervensi.

Politik Dinasti dan Bayang-Bayang Kekuasaan

Kasus ini juga mencuat di tengah sorotan terhadap praktik politik dinasti yang melibatkan keluarga Presiden Joko Widodo. Sebagai menantu Presiden, Bobby Nasution membawa beban moral dan ekspektasi publik yang tinggi, terutama setelah ia memenangkan Pilkada Gubernur Sumatera Utara.

Ketika kasus dugaan korupsi menyentuh lingkaran terdekatnya, maka bukan hanya kredibilitas personal yang dipertaruhkan, melainkan juga wibawa kepemimpinan keluarga besar Jokowi pasca lengser.

Apa yang Bisa Dipetik?

1. Ujian Integritas: Kasus ini adalah batu uji bagi Bobby Nasution untuk menunjukkan bahwa ia tak akan melindungi siapapun yang melanggar hukum—meskipun orang tersebut adalah sahabat dan loyalis politiknya.


2. Pentingnya Reformasi Birokrasi: Penempatan orang kepercayaan tidak bisa semata-mata didasarkan pada relasi personal, melainkan harus tetap memenuhi prinsip meritokrasi dan akuntabilitas.


3. KPK Harus Transparan: KPK perlu membuka secara rinci alur kasus, termasuk jejak komunikasi, transaksi keuangan, dan potensi keterlibatan aktor lain, guna menghindari kecurigaan publik terhadap penanganan tebang pilih.


4. Peran Media dan Publik: Penegakan hukum tidak boleh berdiri di ruang hampa. Media dan masyarakat sipil harus terus mengawal proses ini agar tidak berhenti di “pejabat teknis”, melainkan menyentuh akar sistem yang memfasilitasi praktik rente.

Penutup: Momentum Membersihkan Sumut dari Rente Politik

Sumatera Utara adalah provinsi strategis yang membutuhkan tata kelola bersih dan berpihak pada rakyat. Kasus ini seharusnya tidak menjadi akhir, tetapi awal dari proses pembenahan mendasar dalam pola relasi kekuasaan dan kebijakan publik.

Jika Bobby Nasution benar-benar ingin meninggalkan warisan kepemimpinan yang bersih dan membangun, maka inilah saatnya untuk membuktikannya—bukan dengan pernyataan, melainkan dengan aksi konkret: membuka diri, membenahi sistem, dan memastikan tidak ada lagi loyalitas yang mengorbankan integritas.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement