TEROPONGSENAYAN.COM - Jakarta, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bukan sekadar pengantar konstitusi. Ia adalah pernyataan luhur dan kristalisasi nilai-nilai kebangsaan yang dirumuskan secara saksama melalui serangkaian diskusi panjang, mendalam, dan menyeluruh oleh para pendiri bangsa. Di dalamnya termuat cita-cita kemerdekaan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, serta nilai-nilai budaya yang digali dari akar kebijaksanaan Nusantara dan pemikiran universal.
Proses perumusan pembukaan UUD 1945 tidak hadir dalam ruang kosong. Ia lahir dari laku panjang para pemikir dan pejuang bangsa yang memiliki keunggulan moral, intelektual, dan integritas—baik secara personal maupun kolektif. Tokoh-tokoh seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, KH Ahmad Dahlan, hingga HOS Tjokroaminoto—menjadi representasi dari insan-insan visioner yang memperjuangkan Indonesia sebagai negara merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.
Namun, cita-cita luhur yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 tersebut kini tampaknya menghadapi tantangan serius—khususnya dalam aspek penegakan hukum dan integritas lembaga peradilan.
Ketika Penegakan Hukum Kehilangan Arah
Dalam beberapa tahun terakhir, publik menyaksikan gejala ketimpangan perlakuan hukum yang kian mencolok. Asas equality before the law (persamaan di depan hukum) yang seharusnya menjadi prinsip dasar dalam negara hukum justru dipertanyakan. Sejumlah peristiwa menunjukkan bahwa hukum tampak tegas dan tajam terhadap pihak-pihak yang berseberangan secara politik dengan penguasa, namun tumpul dan kompromistis terhadap mereka yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan.
Kasus-kasus seperti impor gula rafinasi ilegal yang disebut dalam persidangan—terindikasi melibatkan sejumlah pihak dengan kekuatan ekonomi dan kedekatan dengan elite kekuasaan—justru tidak direspons secara transparan dan akuntabel. Sementara di sisi lain, warga atau tokoh yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah seringkali harus berhadapan dengan proses hukum secara represif dan cepat.
Fenomena ini mengarah pada satu pertanyaan besar: Apakah hukum masih dijalankan sebagai instrumen keadilan dan kebenaran, ataukah telah berubah menjadi alat kekuasaan?
Krisis Keteladanan dalam Struktur Negara
Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa kemerdekaan adalah rahmat Tuhan dan buah dari perjuangan yang panjang dan melelahkan. Oleh karena itu, menjalankan amanat konstitusi seharusnya dilakukan oleh pribadi-pribadi unggul yang memiliki kapasitas intelektual, integritas moral, serta kesetiaan pada nilai-nilai dasar kebangsaan.
Namun realitas hari ini menunjukkan adanya erosi terhadap syarat-syarat tersebut. Rekrutmen elite politik, pejabat publik, bahkan aparat penegak hukum kerap tidak mengindahkan standar kualitas dan komitmen terhadap bangsa. Penunjukan dan pengangkatan sering kali berbasis pada kepentingan politik pragmatis, bukan meritokrasi.
Akibatnya, banyak kebijakan negara yang tidak mencerminkan semangat kerakyatan dan keadilan sosial sebagaimana dikehendaki oleh UUD 1945. Demokrasi prosedural berjalan, tetapi kehilangan ruh substantif. Lembaga hukum berdiri, tetapi kepercayaannya melemah. Ketika keadilan menjadi barang mahal, maka stabilitas sosial dan legitimasi negara pun ikut terguncang.
Menegakkan Kembali Marwah Konstitusi
Demi menyelamatkan masa depan bangsa, kita perlu kembali meneguhkan nilai-nilai dasar dalam Pembukaan UUD 1945. Ini bukan sekadar retorika, tetapi memerlukan tindakan nyata:
1. Reformasi menyeluruh dalam sistem hukum dan peradilan, agar bebas dari intervensi politik dan kepentingan oligarki.
2. Pemulihan kepercayaan publik terhadap lembaga negara, dengan memastikan integritas dan akuntabilitas para pemegang kekuasaan.
3. Peningkatan kualitas pendidikan politik dan kewarganegaraan, agar rakyat mampu menjadi pengawal demokrasi dan keadilan.
4. Konsolidasi elite bangsa lintas generasi untuk menyepakati kembali platform moral dan konstitusional dalam menyelamatkan republik.
Pembukaan UUD 1945 adalah pondasi etik dan filosofis berdirinya bangsa. Jika nilai-nilainya dikhianati, maka negara akan kehilangan arah. Maka tugas kita hari ini adalah memastikan bahwa semangat para pendiri bangsa tidak redup di tengah gelombang zaman, dan bahwa hukum benar-benar berpihak pada keadilan, bukan kekuasaan.
Catatan Akhir:
> "Negara ini tidak akan besar karena obor di sudut-sudut istana, tetapi karena nyala api dalam hati rakyatnya."
— Bung Karno
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #