Oleh Ariady Achmad, Anggota DPR/MPR RI 1997–2004, Fraksi Partai Golkar pada hari Senin, 15 Sep 2025 - 10:52:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Ruang Demonstrasi di Halaman DPR: Memperkuat Demokrasi, Menguji Legislator

tscom_news_photo_1757908351.jpg
Menteri HAM Natalius Pigai (Sumber foto : Istimewa)

TEROPONGSENAYAN.COM - Gagasan Natalius Pigai tentang penyediaan ruang khusus demonstrasi di halaman DPR patut diapresiasi sebagai terobosan untuk memperkuat demokrasi. Selama ini, masyarakat sering kali berhadapan dengan aparat keamanan dalam menyampaikan aspirasi di sekitar Senayan, yang kadang memicu benturan. Padahal, demonstrasi adalah hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Menyediakan ruang demonstrasi di dalam kompleks DPR bukan hanya soal teknis atau simbolik, melainkan menyentuh inti dari hubungan rakyat dan wakilnya. DPR adalah rumah rakyat. Maka membuka ruang di dalam pagar DPR dapat dipandang sebagai ikhtiar menghapus jarak psikologis antara konstituen dan legislator.

SWOT Gagasan Ruang Demonstrasi di DPR

Strengths (Kekuatan):

Menegaskan DPR sebagai rumah rakyat, bukan menara gading.

Memberikan ruang aman, tertib, dan konstitusional bagi penyampaian aspirasi.

Mengurangi potensi gesekan massa dengan aparat keamanan di jalan umum.

Memperkuat citra demokrasi Indonesia di mata publik maupun dunia internasional.


Weaknesses (Kelemahan):

Berpotensi hanya simbolik bila tidak diiringi dengan komitmen anggota DPR untuk mendengar aspirasi.

Risiko keamanan, terutama jika jumlah massa terlalu besar atau situasi memanas.

Potensi politisasi ruang ini oleh kelompok tertentu untuk agenda jangka pendek.


Opportunities (Peluang):

Menjadi contoh praktik demokrasi partisipatif di Asia Tenggara.

Mendorong terciptanya mekanisme dialog yang lebih sehat antara rakyat dan DPR.

Memperkuat legitimasi DPR sebagai lembaga representatif.

Membuka peluang pendidikan politik masyarakat secara langsung.


Threats (Ancaman):

Jika tidak dikelola baik, ruang demonstrasi bisa berubah menjadi panggung konflik terbuka.

Potensi infiltrasi aktor non-demokratis yang ingin menciptakan kekacauan.

Resistensi internal dari kalangan legislator yang belum siap menghadapi kritik terbuka.


Refleksi Pribadi

Sebagai anggota DPR RI periode 1997–2004, saya mengalami langsung bagaimana suara rakyat dapat mengguncang bahkan mengguncang fondasi kekuasaan. Tahun 1998 adalah momentum bersejarah: ribuan mahasiswa dan masyarakat datang ke Senayan, menyuarakan tuntutan reformasi. Gedung DPR/MPR menjadi saksi bisu gelombang perubahan besar itu.

Saya masih ingat betul suasana dramatis ketika ribuan mahasiswa masuk ke gedung DPR pada Mei 1998. Tidak ada pagar tinggi yang mampu membendung derasnya aspirasi rakyat. Kami, para anggota DPR, berhadapan langsung dengan suara lantang mahasiswa yang menuntut reformasi politik, ekonomi, hukum, dan pemberantasan KKN. Itu adalah ujian sejati bagi demokrasi kita.

Pengalaman 1998 memberi pelajaran mendasar: tidak ada pagar setinggi apa pun yang bisa menutup telinga wakil rakyat dari suara konstituennya. Karenanya, gagasan ruang demonstrasi di halaman DPR sesungguhnya adalah pengakuan jujur atas kenyataan sejarah itu. Lebih baik dikelola dengan terbuka, daripada menunggu rakyat merobohkan pagar karena rasa frustrasi.

Penutup

Namun, gagasan ini hanya akan optimal jika diimbangi dengan peningkatan kualitas fungsi dan peran anggota legislatif itu sendiri. Ruang demonstrasi akan kehilangan makna jika aspirasi yang disampaikan hanya berhenti di mimbar dan tidak diterjemahkan ke dalam kebijakan.

Refleksi 1998 harus selalu menjadi pengingat: demokrasi bukan sekadar prosedur, melainkan pertemuan batin antara rakyat dan wakilnya. DPR harus membuka ruang, telinga, dan hati.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement
Lainnya
Opini

Kejahatan Rekening Bansos Fiktif: Siapa yang Mampu Mengorganisir?

Oleh AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
pada hari Minggu, 14 Sep 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Belum lama ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan 10 juta rekening dormant yang menerima bantuan sosial (bansos). Kemudian PPATK kembali ...
Opini

Nepal: Kaum Muda, Media Sosial, dan Perubahan

Nepal belakangan ini menjadi sorotan dunia karena gelombang protes yang digerakkan generasi muda, utamanya Generasi Z (Gen Z), yang berhasil menumbangkan pemerintahan yang korup. Ada yang ...