Oleh Ariady Achmad pada hari Senin, 06 Okt 2025 - 13:10:24 WIB
Bagikan Berita ini :

Reformasi Polri: Dari Kekuasaan Menuju Kepercayaan Publik

tscom_news_photo_1759731024.jpg
(Sumber foto : )

TEROPONGSENAYAN.COM - Ketika kepercayaan publik terhadap penegakan hukum terus menurun, sorotan paling tajam kerap diarahkan kepada institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan menegakkan hukum, Polri sesungguhnya memikul mandat moral dan konstitusional yang amat besar. Namun di lapangan, citra itu seringkali buram oleh penyalahgunaan wewenang, diskriminasi hukum, dan perilaku aparat yang tidak sejalan dengan semangat reformasi 1998.

Kini, desakan agar Polri melakukan reformasi internal secara menyeluruh bukan sekadar tuntutan moral, melainkan kebutuhan strategis bangsa. Reformasi Polri tidak lagi bisa bersifat kosmetik atau administratif. Ia harus menyentuh jantung persoalan: struktur, budaya, dan akuntabilitas.


---

1. Reformasi Kelembagaan: Menata Ulang Fungsi dan Arah

Selama dua dekade terakhir, Polri telah tumbuh menjadi institusi dengan kekuasaan yang besar—bahkan terlalu besar. Dari pengelolaan izin, pengamanan proyek, hingga keterlibatan dalam bisnis jasa keamanan, semuanya menimbulkan konflik kepentingan dan memperlebar jarak dengan fungsi utamanya: melindungi dan melayani masyarakat.

Reformasi kelembagaan Polri berarti menyederhanakan struktur dan mengembalikan fokus pada fungsi inti penegakan hukum. Jabatan, promosi, dan mutasi harus berbasis merit dan kompetensi, bukan loyalitas personal. Fungsi penyelidikan dan penyidikan harus lebih transparan, terukur, dan terbuka terhadap pengawasan publik. Tanpa perombakan struktural yang jelas, Polri berisiko terus menjadi alat kekuasaan politik dan ekonomi, bukan penjaga keadilan.


---

2. Reformasi Kultural: Mengubah Mentalitas Penguasa Menjadi Pelayan

Masalah terbesar Polri tidak hanya terletak pada struktur, tetapi pada budaya kekuasaan yang mengakar kuat di dalam tubuhnya. Selama ini masih ada pandangan bahwa polisi adalah "penguasa hukum" — bukan pelayan hukum. Dari ruang tilang hingga penanganan kasus besar, kultur transaksional dan feodal masih membayangi.

Karena itu, reformasi kultural menjadi agenda paling berat sekaligus paling mendesak. Pendidikan etika, empati sosial, dan integritas harus ditanamkan sejak pendidikan dasar kepolisian. Teladan moral harus dimulai dari pucuk pimpinan. Kapolri dan jajaran perwira tinggi perlu menunjukkan bahwa kekuasaan bukan untuk ditakuti, tetapi untuk mengayomi.

Seperti yang sering diungkapkan oleh para reformis, perubahan sejati bukan dimulai dari peraturan, tetapi dari karakter. Polri yang berkarakter kuat akan menciptakan negara yang adil dan dipercaya rakyatnya.


---

3. Reformasi Akuntabilitas: Menempatkan Polisi di Bawah Cahaya Publik

Salah satu persoalan mendasar Polri adalah lemahnya mekanisme pengawasan. Selama ini, Polri cenderung menegakkan pengawasan internal yang bersifat tertutup, di mana aparat memeriksa aparat. Akibatnya, banyak kasus pelanggaran etik maupun hukum yang tidak sampai ke permukaan.

Reformasi akuntabilitas harus diwujudkan dengan membentuk lembaga pengawas independen yang memiliki kewenangan memeriksa dan menjatuhkan sanksi. Transparansi anggaran, audit aset pejabat kepolisian, serta perlindungan terhadap pelapor pelanggaran (whistleblower) harus dijadikan kebijakan permanen, bukan kampanye sesaat.

Tanpa akuntabilitas, reformasi Polri hanya akan berhenti pada tataran retorika. Publik tidak membutuhkan narasi moral, melainkan transparansi yang bisa diuji oleh kenyataan.


---

4. Menjaga Jarak Sehat dari Kekuasaan Politik

Dalam konteks politik Indonesia, Polri sering berada di persimpangan antara penegak hukum dan alat kekuasaan. Reformasi Polri hanya akan berhasil jika institusi ini mampu menegakkan garis tegas: berdiri di atas semua kekuatan politik, bukan di bawahnya.

Kedekatan Polri dengan kekuasaan eksekutif atau partai politik berpotensi merusak prinsip netralitas dan keadilan. Polri seharusnya menjadi milik rakyat, bukan milik rezim. Di sisi lain, pendekatan Polri terhadap masyarakat harus lebih humanis dan partisipatif, melalui penguatan community policing. Hanya dengan cara itulah kepercayaan publik bisa dibangun dari bawah, bukan dipaksakan dari atas.


---

5. Dari Kekuasaan Menuju Kepercayaan

Pertanyaan yang paling mendasar bagi reformasi Polri adalah:

1. Apakah Polri berpihak kepada rakyat atau kepada kekuasaan?


2. Apakah hukum ditegakkan demi keadilan, atau demi kepentingan?


3. Apakah seragam bhayangkara masih mencerminkan nilai kejujuran dan integritas?

Reformasi Polri harus menjawab tiga pertanyaan ini secara jujur. Bila jawabannya belum “ya”, maka pekerjaan besar reformasi belumlah selesai.

Reformasi Polri bukan hanya tentang memperbaiki citra lembaga, melainkan tentang membangun kembali kontrak sosial antara negara dan rakyatnya. Di tengah krisis kepercayaan publik, hanya Polri yang berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu yang akan mendapatkan legitimasi moral dan politik.

Dalam sejarah bangsa, kekuasaan selalu bisa memaksa, tetapi kepercayaan hanya bisa diraih dengan keadilan. Dan di sinilah reformasi Polri menemukan maknanya: dari kekuasaan menuju kepercayaan publik.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Transformasi BUMN: Strategi Indonesia Menghadapi Era Global

Oleh Veronica Tampubolon Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum (S-3) Universitas Sumatera Utara
pada hari Rabu, 01 Okt 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dinamika global yang terus berubah memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian nasional. Hal ini harus direspons dengan meningkatkan daya saing nasional. Salah satu ...
Opini

Republik Gunting Kartu ID: Antara Protokoler dan Demokrasi

TEROPONGSENAYAN.COM - Beberapa hari lalu, sebuah insiden di Istana Negara menyedot perhatian publik. Diana Valencia, wartawan CNN Indonesia, kehilangan hak liputnya setelah mengajukan pertanyaan ...