Oleh Team teropongsenayan.com pada hari Minggu, 21 Sep 2025 - 17:35:27 WIB
Bagikan Berita ini :

Elaborasi Komprehensif RUU Perampasan Aset

tscom_news_photo_1758450927.jpeg
(Sumber foto : )

Jakarta, 21 September 2025
RUU Perampasan Aset lahir dari kebutuhan mendesak untuk memperkuat sistem hukum Indonesia dalam menghadapi tindak pidana yang berorientasi keuntungan ekonomi, seperti korupsi, narkotika, kejahatan kehutanan, hingga perjudian daring. Praktik kejahatan ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menggerus kepercayaan publik dan melemahkan daya saing perekonomian nasional.

Sistem hukum sebelumnya menempatkan perampasan aset semata sebagai konsekuensi pidana, yaitu hanya dapat dilakukan setelah ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Namun, mekanisme ini sering menemui kebuntuan—misalnya ketika pelaku meninggal, melarikan diri, atau tidak diketahui keberadaannya. RUU ini hadir untuk menutup celah tersebut dengan memperkenalkan rezim perampasan aset secara perdata (civil forfeiture) yang bersifat in rem, artinya menyasar langsung pada aset, bukan individu pelaku.


---

Pokok-Pokok Penting RUU

1. Definisi Kunci

Aset mencakup benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud.

Perampasan aset dilakukan melalui putusan pengadilan tanpa harus menunggu putusan pidana atas pelaku.

Jaksa Pengacara Negara menjadi aktor utama yang mewakili negara dalam permohonan perampasan aset.

2. Objek Aset yang Dapat Dirampas (Pasal 5–6)

Aset hasil tindak pidana atau yang digunakan untuk tindak pidana.

Aset pengganti, aset yang tidak seimbang dengan penghasilan sah, maupun barang temuan hasil tindak pidana.

Nilai minimum aset yang bisa dirampas adalah Rp100 juta, terkait tindak pidana dengan ancaman pidana minimal 4 tahun.

3. Syarat Perampasan (Pasal 7)

Dilakukan jika tersangka/terdakwa meninggal, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya.

Dapat juga dilakukan bila terdakwa bebas dari tuntutan, atau ketika ada aset tambahan yang baru ditemukan pasca putusan.

4. Proses Hukum (Pasal 8–49)

Tahapan dimulai dari penelusuran (oleh penyidik), pemblokiran, penyitaan, hingga permohonan ke pengadilan.

Hak keberatan diberikan kepada pihak ketiga yang merasa dirugikan, dengan kemungkinan ganti rugi.

Upaya hukum hanya berupa kasasi, bersifat final dan mengikat.

5. Pengelolaan Aset (Pasal 50–62)

Tanggung jawab ada pada Jaksa Agung dengan prinsip transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas.

Aset dapat dilelang, dipindahtangankan, digunakan, atau dimanfaatkan untuk kepentingan negara.

Hasil lelang masuk ke kas negara sebagai PNBP.

6. Kerja Sama Internasional (Pasal 63–64)

Mengatur mekanisme mutual legal assistance (MLA), resiprositas, hingga perjanjian bagi hasil dari aset lintas negara.

7. Pendanaan dan Penutup (Pasal 65–68)

Dibiayai APBN dan sumber sah lainnya.

Peraturan pelaksana wajib diterbitkan maksimal 1 tahun setelah undang-undang berlaku.

---

Kelebihan RUU

Efektivitas Penegakan Hukum: Negara tidak lagi bergantung pada keberhasilan penuntutan pidana.

Pencegahan Kejahatan Ekonomi: Pelaku kehilangan insentif karena hasil kejahatan dapat langsung dirampas.

Transparansi dan Akuntabilitas: Adanya sistem informasi aset berbasis elektronik.

Sinkronisasi Internasional: Sejalan dengan UNCAC 2003 yang sudah diratifikasi Indonesia.

---

Kelemahan dan Potensi Kontroversi

Risiko Pelanggaran HAM: Karena perampasan tidak mensyaratkan putusan pidana, ada potensi penyalahgunaan kewenangan.

Beban Pembuktian: Pihak ketiga yang merasa dirugikan harus membuktikan asetnya sah, bisa menimbulkan ketidakadilan.

Koordinasi Antar-Lembaga: Kompleksitas birokrasi antara kepolisian, kejaksaan, PPATK, dan lembaga lain.

Ketidakpastian Implementasi: Efektivitas sangat bergantung pada peraturan pelaksana (PP, Perma) yang harus jelas dan rinci.

---

Implikasi Bagi Negara dan Masyarakat

1. Bagi Pemerintah: Memberikan instrumen lebih kuat dalam perang melawan korupsi, narkotika, dan kejahatan transnasional.


2. Bagi Investor: Meningkatkan kepercayaan karena hukum lebih pasti dalam melindungi iklim usaha.


3. Bagi Masyarakat: Memberikan jaminan keadilan sosial, namun juga menuntut kewaspadaan agar hak warga yang beritikad baik tetap terlindungi.

RUU Perampasan Aset merupakan terobosan hukum yang berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan penegakan hukum dengan prinsip keadilan. Namun, keberhasilannya akan sangat ditentukan oleh desain peraturan pelaksana, integritas aparat penegak hukum, serta keterlibatan publik dalam mengawasi implementasinya.

RUU ini berpotensi menjadi tonggak penting pemberantasan kejahatan ekonomi di Indonesia, tetapi juga menyimpan tantangan besar terkait perlindungan hak asasi manusia dan kepastianhukum.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement
Lainnya
Opini

RUU Perampasan Aset: Senjata Baru Melawan Mautnya Korupsi

Oleh Ariady Achmad dan Team teropongsenayan.com
pada hari Minggu, 21 Sep 2025
Korupsi di Indonesia sudah sampai pada titik yang membahayakan kehidupan bernegara. Ia bukan lagi sekadar praktik penyimpangan, melainkan penyakit kronis yang menggerogoti keuangan negara, melemahkan ...
Opini

Harapan Dan Catatan Untuk Menteri Keuangan

TEROPONGSENAYAN.COM - Pertama, kami sampaikan selamat dan sukses atas diangkatnya Bapak Purbaya sebagai menteri keuangan. Juga apresiasi yang tinggi atas paparan Menkeu yang begitu jelas dan ...