TEROPONGSENAYAN.COM - Jakarta, Di tengah gegap gempita transformasi digital, Indonesia tampaknya sedang berjalan di ujung tanduk. Semangat modernisasi memang penting, tetapi jika yang dikorbankan adalah data penduduk kita sendiri, maka yang terjadi bukan kemajuan—melainkan kecerobohan yang bisa menggiring bangsa ini ke jurang ketergantungan baru.
Karena dalam dunia saat ini, data adalah senjata. Lebih tajam dari peluru, lebih kuat dari bom. Ia mampu mengendalikan pasar, memanipulasi opini, bahkan mengguncang stabilitas politik suatu bangsa—tanpa satu pun pasukan asing menginjakkan kaki di tanah kita.
Data Penduduk: Bukan Sekadar Angka, Tapi Jantung Bangsa
Bagi sebagian orang, data kependudukan mungkin hanya tampak sebagai tumpukan angka statistik. Tapi bagi mereka yang mengerti geopolitik dan teknologi informasi, data itu adalah harta karun paling strategis.
Di dalam data itu tersimpan:
Peta ekonomi rakyat,
Distribusi pendidikan dan kesehatan,
Status sosial dan kondisi keluarga,
Kecenderungan konsumsi dan gaya hidup,
Bahkan potensi konflik horizontal dan vertikal.
Jika semua itu dikuasai oleh pihak asing, mereka akan mengenal kita lebih dalam dari kita mengenal diri sendiri.
Ketika Negara Lain Bisa Mengendalikan Pikiran Kita
Bayangkan sebuah negara asing tahu bahwa mayoritas warga Indonesia hidup di bawah tekanan ekonomi, lemah secara literasi, dan mudah terprovokasi isu-isu SARA.
Maka tanpa perlu mengirim kapal perang atau pasukan tempur, mereka cukup menyalakan dashboard data, lalu mengatur:
Iklan digital untuk menggerakkan konsumsi,
Algoritma untuk membentuk persepsi publik,
Bahkan narasi politik untuk membelah rakyat secara psikologis.
Itu bukan lagi ancaman spekulatif. Itu realita global hari ini.
Kedaulatan Tidak Bisa Dibagi Dua
Ketika pemerintah, dengan dalih efisiensi atau kerja sama teknologi, menyerahkan pengelolaan data rakyat kepada entitas asing—baik itu perusahaan raksasa digital, mitra dagang, atau bahkan negara tertentu—maka sejatinya negara telah membiarkan kedaulatan dibajak.
> Bung Hatta pernah berpesan, “Negara merdeka harus berdiri di atas kaki sendiri.”
Jika hari ini kita menyerahkan data ke luar negeri hanya karena alasan teknis atau ketergantungan sistem, maka kita sedang menggadaikan masa depan hanya demi kenyamanan sesaat.
Gus Dur dan Hikmah Kedaulatan Pikiran
Gus Dur, dengan kebijaksanaannya yang menembus zaman, pernah menegaskan:
> "Kedaulatan yang sejati bukan hanya pada wilayah, tapi juga pada pikiran dan nilai-nilai bangsa."
Nah, jika data rakyat diserahkan, lalu dengan itu perilaku rakyat bisa diatur dari luar, apakah bangsa ini masih merdeka secara pikiran?
Atau justru kita telah menjadi objek algoritma asing yang menggiring cara berpikir dan bertindak kita sehari-hari?
---
Bangsa Besar Tidak Menjual Jantungnya Sendiri
Indonesia adalah bangsa besar. Tetapi bangsa besar bukanlah bangsa yang menyerahkan jantung kekuatannya ke tangan orang lain.
Data penduduk adalah fondasi dari sistem sosial, politik, ekonomi, dan pertahanan nasional.
Menyerahkannya ke pihak asing, tanpa pengawasan, tanpa transparansi, dan tanpa kontrol publik—adalah bentuk pengabaian terhadap amanat konstitusi.
---
Solusi: Bangun Kekuatan Data Nasional
Sebagai bangsa, kita tidak boleh terus menjadi pengguna teknologi tanpa membangun kedaulatan digital kita sendiri.
Beberapa langkah konkret yang harus segera diambil:
1. Bangun infrastruktur data nasional yang mandiri, dikelola oleh negara melalui BUMN strategis atau lembaga teknologi negara.
2. Audit semua perjanjian kerja sama data lintas negara—pastikan tidak ada pasal yang mengizinkan transfer data secara permanen ke luar negeri.
3. Kuatkan UU Perlindungan Data Pribadi dan perkuat penegakannya dengan sanksi tegas bagi pelanggar.
4. Libatkan DPR dan masyarakat sipil dalam setiap kebijakan strategis yang menyangkut data rakyat.
5. Investasi dalam SDM digital bangsa, agar kita tidak terus bergantung pada konsultan dan vendor asing untuk teknologi yang menyangkut hajat hidup rakyat.
Penutup: Menjaga Data adalah Menjaga Republik
Hari ini, bangsa-bangsa besar tidak lagi bersaing lewat tank dan rudal, melainkan lewat kekuatan data dan kendali informasi.
Jika kita ingin tetap merdeka—tidak hanya secara teritorial, tapi juga dalam cara berpikir, berniat, dan bertindak—maka kita harus menjaga data kita seperti kita menjaga konstitusi.
Karena di balik setiap byte data, ada wajah rakyat Indonesia.
Dan wajah itu tidak boleh diperdagangkan di meja perundingan dagang apa pun.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #