Opini
Oleh Adi Prayitno (Analis Politik Parameter Politik Indonesia dan Dosen Politik Fisip UIN Jakarta) pada hari Kamis, 17 Jan 2019 - 11:09:33 WIB
Bagikan Berita ini :

Debat Ulang Dua Jagoan

71IMG-20190117-WA0000.jpg.jpg
Adi Prayitno (Sumber foto : Ist)

Nanti malam menjadi momen spesial bagi seluruh pemirsa politik tanah air. Dua jagoan Jokowi dan Prabowo tanding ulang debat pilpres. Adu gagasan, visi misi, dan program kerja dua kandidat sangat dinanti. Sebab, hingga paruh masa kampanye, khalayak masih banyak yang belum tahu soal komitmen mereka membangun bangsa lima tahun ke depan.

Debat makin dinanti dengan kehadiran dua cawapres yang dinilai menjadi ‘pembeda’ bagi plus minus persaingan elektabilitas. Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno sosok debutan yang nyaris tak pernah diperhitungkan. Tentunya, khalayak berharap, Ma’ruf Amin dan Sandi bisa tampil memukau mengimbangi Jokowi dan Prabowo. Sekedar menepis cibiran bahwa mereka ban serep ‘pelengkap penderita’ permainan.

Debat pertama menyuguhkan tiga isu sangat seksi. Bahkan sangat sensitif. Isu HAM misalnya, selalu menjadi ‘cacat bawaan’ yang menjadi beban berat Prabowo. Kehidupan masa lalunya disorot terkait penculikan aktivis 98. Sementara Jokowi tak punya beban masa lalu memang. Tapi, Jokowi melengkapi presiden sebelumnya yang tak mampu mengungkap pelanggaran HAM terdahulu. Bahkan, Jokowi digelayuti pertanyaan seputar kasus kriminalisasi Novel Basmewdan yang suram.

Saling serang, saling bertanya, dan saling menegasi soal HAM adalah momen paling dinanti. Minimal, ada titik terang kasus HAM yang dikaitkan dengan Prabowo serta komitmen petahana dalam mengungkap semuanya. Khalayak ingin show debat yang progresif bukan normatif. Panggung debat bukan lomba pidato yang narasinya datar dan teks book. Debat adalah panggung algojo saling menjatuhkan.

Begitupun dengan isu terorisme yang tak kalah menarik. Ingin sekali rasanya dua jagoan itu saling debat tentang radikalisme yang menjadi akar terorisme. Selama ini, kubu Prabowo distigmatisasi didukung kelompok radikal, khilafah, jihadis yang narasi perjuangannya sangat Islamis. Bahkan tudingan Indonesia berpotensi menjadi negara khilafah, Suriaisasi, dan sederet keseraman lainnya penting diungkapkan.

Ingin sekali rasanya nanti malam khalayak disuguhkan satu perdebatan soal tudingan Prabowo didukung kelompok intoleran, anti Pancasila dan kebhinekaan yang kerap mengkafirkan orang lain. Sementara Jokowi adalah capres yang didukung kelompok pro kebangsaan toleran yang segenap hidup matinya siap dikorbankan demi keutuhan Indonesia.

Justeru, isu terorisme menjadi topik paling aktual jika ditarik pada konstruk berfikir radikal yang menjadi benih terorisme. Isu radikalisme menjadi baluran amunisi mengerasnya politik identitas dalam pilpres kali ini. Tudingan kelompok radikal berada dibalik Prabowo dan Sandi yang kerap menjadikan agama sebagai alat politik, alat agitasi, dan alat fitnah penting dikonfirmasi ke Jokowi dan Ma’ruf Amin. Nah, pada level inilah debat capres akan berkelas karena saling menelanjangi, bukan jaga imej tak karu-karuan.

Terakhir soal korupsi. Satu isu daur ulang yang berdaya rusak luar biasa mematikan. Tak ada hari tanpa korupsi, one day one corruption. Begitulah kira-kira kondisi tragis bangsa ini di mana korupsi menjadi persoalan keseharian hidup ‘kita’. KPK hilir mudir mempertontokan pejabat publik maling setiap saat. Makin banyak tangkap tangan, makin banyak pula praktik korupsi terjadi di berbagai level.

Lalu apa yang salah? Padahal demokrasi makin maju, pemerintahan stabil, lembaga penegak hukum selalu diapresiasi dengan ragam perhargaan, partai politik tumbuh mekar tiap pemilu, civil society menguat, pers begitu digdaya, kemiskinan mulai berkurang, bantuan sosial massif menjangkau wilayah terpencil, dana desa jorjoran membangun daerah, dan seterusnya.

Dalam konteks inilah debat capres seharusnya diletakkan. Mendebatkan dan menggali sesuatu yang menjadi bahan cercaan antar jubir kandidat. Khalayak ingin melihat bahwa debat adalah puncak dari narasi saling sindir selama ini. Tauran opini, brutalitalitas serangan, serta agresifitas verbal saling menyalahkan muaranya di panggung debat nanti malam.

Kecuali, dua jagoan itu menganggap debat capres semata lomba pidato yang mengedepankan akhlak bicara, tatakrama bertutur kata, andep asor dalam bersikap terhadap lawan politik, maka debat panas yang dinantikan tak akan pernah terjadi. Khalayak siap-siap kecewa karena debat sebatas rutinitas tanpa makna. Sepertinya kondisi semacam itu yang diinginkan KPU. Yakni, sebuah debat tak boleh ada yang dipermalukan apalagi dijatuhkan. Mari nanti bersama. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  #jokowimaruf-amin  #prabowosandiaga  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...