Oleh Timboel Siregar pada hari Minggu, 12 Jul 2020 - 17:08:27 WIB
Bagikan Berita ini :

Pajak Pencairan Dana JHT Seharusnya Dihapuskan Juga

tscom_news_photo_1594548701.jpg
Timboel Siregar (Sumber foto : dok: Istimewa)

Dalam masa pandemi Covid19 ini Pemerintah telah memberikan insentif pajak kepada pekerja yaitu relaksasi fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Pembayaran PPh 21 dihapuskan oleh Pemerintah sebagai komitmen Pemerintah membantu pekerja dan perusahaan. Dengan insentif PPh 21 ini pihak pekerja dapat memanfaatkannya untuk mendukung daya belinya sementara perusahaan dapat menggunakan untuk memperkuat modal kerja.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 23/PMK.03/2020, perusahaan yang terdampak pandemi Covid19 merupakan perusahaan yang terdaftar pada 440 KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) tertentu, mulai tanggal 1 April 2020 penghasilan teratur yang diterima oleh pekerja berpenghasilan Rp. 200 juta setahun yang bekerja pada perusahaan yang terdampak covid19 mendapat fasilitas PPh 21 ditanggung Pemerintah.

Insentif pajak tersebut tentunya baik, namun seharusnya insentif tersebut juga diberlakukan secara khusus kepada pekerja yang terPHK yang mencairkan dana program JHT (Jaminan Hari Tua). Pencairan dana JHT oleh pekerja yang ter PHK merupakan salah satu cara pekerja untuk tetap mempertahankan daya belinya, di tengah kondisi pandemi yang menciptakan resesi ekonomi saat ini.

Pencairan dana JHT bagi pekerja yg ter PHK seharusnya dibebaskan dari pajak JHT-nya. Pengenaan pajak pencairan dana JHT mengacu pada Pasal 2 ayat (1) PP No. 68 Tahun 2009 yang menyatakan : “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.” Adapun tarif pajak PPH 21 tersebut diatur oleh Pasal 5 PP ini.

Demikian juga dengan pengenaan pajak progresif terhadap pencairan dana JHT secara bertahap bagi peserta yang sudah menjadi peserta JHT minimal 10 tahun sesuai Pasal 37 ayat (3) UU SJSN, seharusnya juga dihapuskan sehingga bisa mendukung pekerja yang ter PHK. Pasal 37 ayat (3) tersebut dioperasional dalam PP No. 46 Tahun 2015 yang mengatur pencairan dana JHT secara bertahap yaitu pencairan sebesar 10% untuk persiapan pensiun atau sebesar 30% untuk perumahan. Pengenaan pajak progresif tersebut tarifnya lebih besar daripada pencairan dana JHT secara langsung.

Banyak pekerja yang tidak mengetahui tentang pengenaan pajak progresif tersebut. Pelaksanaan Pasal 37 ayat (3) menjadi “jebakan” bagi pekerja sehingga pekerja membayar pajak lebih besar bila dibandingkan pembayaran pajak pencairan dana JHT sekaligus.

Pekerja yang masih bekerja dan mendapat upah saja diberi insentif PPh 21 kenapa pekerja yang terPHK malah dikenakan pajak. Ini tidak adil. Seharusnya Pemerintah memberlakukan penghapusan pajak dana JHT ini sejak 1 April 2020 lalu, sejak pemberian insentif PPh21 kepada pekerja yang masih bekerja.

Oleh karenanya, walaupun terlambat, BPJS Watch mendorong Pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi pekerja yang ter PHK, yaitu dengan menghapuskan pajak pencairan dana JHT. Dengan penghapusan pajak pencairan dana JHT ini maka Pemerintah menjadi adil terhadap pekerja yang ter PHK, dan penghapusan pajak tersebut akan mendukung daya beli pekerja ter PHK di masa resesi ekonomi saat ini.

BPJS Watch berharap penghapusan pajak dana JHT bisa dilanjutkan walaupun pandemi Covid19 sudah selesai nantinya, khususnya penghapusan pajak progresif pencairan dana JHT.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

GOLKAR: Dari Mesin Orde Baru Menuju Dinamika Demokrasi Modern

Oleh Ariady Achmad,Aleg Fpg 1997-2004
pada hari Minggu, 06 Jul 2025
Partai Golongan Karya, atau yang akrab disebut Golkar, merupakan salah satu entitas politik paling berpengaruh dalam sejarah Republik Indonesia. Dari awal berdirinya hingga saat ini, Golkar telah ...
Opini

Kembali ke UUD 1945: Refleksi atas Dekrit 5 Juli 1959 dalam Konteks Demokrasi Kontemporer

Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang menandai titik balik perjalanan konstitusional Indonesia: Dekrit Presiden tentang Kembali ke UUD 1945. Dekrit ini, yang menandai ...