Oleh Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch pada hari Senin, 10 Agu 2020 - 11:13:17 WIB
Bagikan Berita ini :

Jangan Seperti Kartu Pekerja, Subsidi Gaji Harus Tepat Sasaran

tscom_news_photo_1597035341.jpg
Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch (Sumber foto : dok: Istimewa)

Pemerintah mewacanakan pemberian subsidi gaji bagi pekerja yang memiliki gaji dibawah 5 juta, yaitu berupa uang tunai Rp. 600 ribu selama 4 bulan. Pekerja yang akan mendapatkan subsidi upah ini akan didasarkan pada pekerja yang sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

Subsidi gaji ini baik dan patut didukung. Selama ini, faktanya, banyak perusahaan yang terdampak covid19 sehingga upah pekerja dipotong karena cash flow perusahaan terganggu, sementara roda produksi harus tetap berjalan. Memang memotong upah untuk tetap menjalankan roda produksi pilihan sulit, tetapi lebih baik dibandingkan harus memPHK atau merumahkan pekerja tanpa upah.

Saya menilai subsidi gaji ini akan mampu mendongkrak daya beli pekerja sehingga mendukung konsumsi masyarakat yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi positif.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II yang tercatat minus 5,32 persen menjadi persoalan serius bagi Pemerintah. Pada kuartal II-2020 ini, konsumsi terkontraksi minus 5,51 persen. Oleh karenanya subsidi gaji ini diharapkan mendongkrak konsumsi sehingga pertumbuhan ekonomi bisa menjadi positif di kuartal III dan IV.

Namun demikian subsidi gaji ini harus memiliki mekanisme penerima peserta yang memang benar-benar tepat sasaran, jangan sampai proses di program kartu prakerja yang tidak tepat sasaran terulang di subsidi gaji ini.

Bila disebutkan penetapan peserta penerima subsidi gaji ini berdasarkan data yang ada di BPJS Ketenagakerjaan maka dipastikan subsidi ini belum tentu tepat sasaran seluruhnya, mengingat masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan, apalagi untuk pekerja outsourcing dan kontrak kerja. Jangan sampai hanya karena tidak didaftarkan di BPJS Ketenagakerjaan maka pekerja tersebut tidak terjangkau oleh program Subsidi Gaji ini.

Persoalan lainnya yang akan muncul adalah ada pengusaha yang mendaftarkan upahnya sebatas upah minimum agar iuran ke BPJS Ketenagakerjaan menjadi relatif lebih kecil, padahal gaji sesungguhnya di atas 5 juta. Upah miniumum tertinggi di Indonesia saat ini masih di bawah 5 juta. Bila ada pekerja yang bergaji di atas 5 juta namun didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan dengan sebatas upah minimum maka pekerja tersebut akan mendapatkan subsidi tersebut. Ini tidak adil. Sementara itu masih banyak pekerja yang tidak didaftarkan pemberi kerja ke BPJS Ketenagakerjaan yang sebenaranya berhak mendapatkan subdisi ini.

Menjadikan data peserta di BPJS Ketenagakerjaan merupakan hal baik tetapi seharusnya data tersebut sebagai pembanding saja, bukan sebagai acuan. Saya mengusulkan agar Pemerintah Cq. Kemnaker cq. Disnaker pro aktif mendatangi perusahaan-perusahaan sehingga bisa mendata langsung pekerja-pekerja yang memang terdampak Covid-19, jangan sampai ada perusahaan yang mampu tetapi memanfaatkan subsidi ini untuk mengurangi upah pekerja sehingga pekerjanya mendapat subsidi gaji dari Pemerintah.

Selain itu Pemerintah cq Kemenaker cq Disnaker harus berkomunikasi dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sehingga Pemerintah akan mendapatkan data pekerja yang valid sehingga subsidi ini benar-benar tepat sasaran.

Saya mendorong Pemerintah membuka ruang kepada Pengusaha untuk mendaftarkan pekerjanya mendapatkan subsidi gaji ini, demikian juga Pemerintah membuka ruang bagi SP SB mendaftarkan anggotanya mendapatkan subsidi gaji ini dengan tetap berkoordinasi dengan pemberi kerja.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Hutang Kereta Cepat: Warisan Jokowi yang Menguras Kantong Anak Cucu

Oleh Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LL.M. Lawyer, Writer, Politician
pada hari Kamis, 16 Okt 2025
Indonesia akhirnya punya kereta cepat. Tapi sayangnya, yang cepat bukan cuma lajunya — juga pembengkakan biayanya, utangnya, dan klaim keberhasilannya. Dari proyek yang dijanjikan tanpa beban ...
Opini

Menjaga Keberadaban Media di Era Kebebasan: Suara Santri untuk Negeri

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dalam beberapa hari terakhir, publik digemparkan oleh tayangan Xpose Uncensored di salah satu stasiun televisi nasional, Trans7. Tayangan tersebut menyinggung santri dan ...