Oleh Ariady Achmad pada hari Rabu, 02 Jul 2025 - 15:51:07 WIB
Bagikan Berita ini :

Ilusi Kebenaran: Saat Informasi Salah Terdengar Meyakinkan

tscom_news_photo_1751446267.jpg
(Sumber foto : Istimewa)

TEROPONGSENAYAN.COM - Di tengah derasnya arus informasi digital, kita semakin sulit membedakan antara fakta dan fiksi, antara kebenaran dan kebohongan. Yang lebih mengkhawatirkan bukan hanya informasi yang salah—tetapi informasi yang salah namun terdengar meyakinkan. Ia tidak datang dengan wajah kasar, tapi dengan senyum logika yang menawan. Ia menyesatkan, tapi menghibur. Dan celakanya, ia dipercaya.

Mengapa Informasi Salah Bisa Meyakinkan?

Banyak orang terjebak bukan karena bodoh, melainkan karena percaya kepada otoritas yang salah, atau karena informasinya dikemas secara profesional dan terasa sesuai dengan pandangan pribadinya. Dalam psikologi, ini disebut confirmation bias—kita cenderung menerima informasi yang memperkuat keyakinan kita dan menolak yang bertentangan, tak peduli seakurat apa pun.

Tambahkan sedikit narasi emosional, kutipan tokoh terkenal, angka statistik (yang tak jarang dipelintir), atau desain visual yang menarik—dan kita punya resep sempurna untuk menipu publik. Bahkan media arus utama pun tak luput dari godaan ini, ketika kecepatan menjadi lebih utama daripada ketepatan.

Contoh-Contoh Kasus yang Menyesatkan Publik

Kita tentu ingat bagaimana teori konspirasi seputar vaksin, pemilu, atau sejarah nasional terus beredar dengan dalih “narasi alternatif”. Bahkan klaim seperti “Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia karena kebijakan X” bisa terdengar meyakinkan jika dikemas apik, meskipun realitasnya lebih kompleks dari sekadar satu kebijakan.

Kita juga melihat bagaimana framing media bisa membuat sebuah kegagalan terlihat sebagai keberhasilan, dan sebaliknya. Ini bukan hanya soal opini, tapi manipulasi fakta melalui pengemasan informasi.

Bahaya Nyata dari Informasi Menyesatkan

Kebohongan yang meyakinkan lebih berbahaya daripada kebodohan yang terang-terangan. Ia dapat:

Menyesatkan opini publik dalam pemilu.

Menghancurkan kepercayaan terhadap sains dan institusi negara.

Memecah belah masyarakat dalam polarisasi sosial dan politik.

Menghambat kebijakan publik yang berbasis data.


Dalam jangka panjang, ini menghancurkan budaya berpikir kritis dan etika komunikasi publik.

Solusi: Literasi Informasi adalah Benteng Kita

Melawan informasi menyesatkan bukan dengan sensor berlebihan, tapi dengan membangun imunitas berpikir masyarakat. Kita harus mengajarkan literasi media dan digital sejak dini: bagaimana memverifikasi sumber, menganalisis motif, dan membedakan antara opini dan fakta.

Negara, media, akademisi, dan masyarakat sipil harus bergandengan tangan mendorong ruang publik yang sehat—di mana informasi tidak hanya cepat, tapi cerdas, jujur, dan bertanggung jawab.

Penutup: Menjadi Pemilih Informasi yang Cerdas

Dalam dunia yang penuh tipu daya digital, menjadi warga negara bukan hanya soal KTP, tapi soal kemampuan memilih informasi yang benar. Kebenaran bukan soal siapa yang paling keras berbicara, tapi siapa yang paling jujur mencari.

Maka mari kita warisi zaman ini dengan nalar, bukan dengan latah. Karena masa depan bangsa akan ditentukan oleh kualitas pikir kita, bukan kuantitas klik.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Menimbang Ulang Peran Wakil Presiden dalam Arsitektur Kepemimpinan Nasional

Oleh Redaksi TeropongSenayan.com
pada hari Rabu, 02 Jul 2025
TEROPONGSENAYAN.COM - Dalam sejarah perjalanan republik ini, posisi Wakil Presiden Republik Indonesia bukan sekadar pendamping formal Presiden, melainkan cermin dinamika politik, sosial, dan kultural ...
Opini

Tantangan Generasi Digital dan Urgensi Kebijakan Pendidikan yang Visioner

Gelombang teknologi digital telah mengubah wajah peradaban. Generasi muda hari ini lahir dalam lingkungan yang serba cepat, serba instan, dan terkoneksi sepanjang waktu. Mereka tumbuh bersama gawai, ...