Opini
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, Wakasad dan Dubes RI Untuk Jepang) pada hari Senin, 05 Des 2016 - 19:29:25 WIB
Bagikan Berita ini :

Kesetiaan dalam Kehidupan dan Perjuangan NKRI

45IMG_20161127_132426.jpg
Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, Wakasad dan Dubes RI Untuk Jepang) (Sumber foto : Istimewa)

Kesetiaan Nilai Luhur dalam Kehidupan

Sekarang sering terdengar ada kelompok-kelompok orang berkumpul dan menyatakan Kesetiaan kepada NKRI. Adanya fenomena ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat timbul kekhawatiran tentang berkurangnya atau merosotnya Kesetiaan kepada Negara dan Bangsa Indonesia. Dan perkembangan demikian dinilai bertentangan dengan kehidupan bangsa yang wajar.

Memang dalam kehidupan manusia faktor kesetiaan dianggap penting. Tidak saja dalam masyarakat yang bertitiktik berat kebersamaan seperti dalam masyarakat Indonesia yang berdasar Pancasila, tetapi juga di masyarakat AS dan Barat umumnya yang kehidupannya dilandasi Individualisme dan Liberalisme.
Setia kepada kelompok seperti keluarga, lingkungan sekolah, perkumpulan sosial, adalah keharusan yang harus diperhatikan dan dilaksanakan setiap orang.

Orang yang kurang setia kepada lingkungannya, kelompoknya, dicap oleh warga lain kelompok itu sebagai orang yang amat bersalah. Derajat sikap kurang setia itu tidak sama dan mereka yang kurang setia kepada lingkungan luas biasanya disebut Pengkhianat, satu sebutan yang amat merendahkan orang yang kurang setia. Yang paling menonjol adalah sikap kurang setia kepada Negara dan Bangsa yang dapat sebutan Pengkhianatan Tinggi (high treason, hoog verraad).

Tidak setia yang bersifat terbatas adalah seperti kurang setia kepada perkumpulan di mana orang itu menjadi anggota. Meskipun dalam lingkungan kecil itu pelanggaran kesetiaan berdampak jauh lebih terbatas dari pada pelanggaran kesetiaan tingkat tinggi, namun sebutan pengkhianat di sini pun menimbulkan perasaan yang amat terpukul bagi yang kena tuduhan itu. Sebab tidak mustahil bahwa anggota kelompok yang dikhianati melakukan tindakan-tindakan yang bersifat hukuman sosial yang aneka ragam sifatnya.

Mungkin dalam kehidupan yang didominasi Individualisme dan Liberalisme, khususnya di AS dan Eropa, sikap kurang setia pada tingkat terbatas tidak menyebabkan tuduhan pengkhianat. Akan tetapi tidak setia pada tingkat tinggi tetap menimbulkan tuduhan pengkhianat. Seperti tidak setia kepada Negara dan Bangsa, mungkin juga tidak setia kepada paham kehidupan yang berlaku pada bangsa itu.

Sebutan Pengkhianat Tinggi tetap dituduhkan kepada mereka yang dinilai mengkhianati Negaranya kalau orang berbuat sesuatu yang amat merugikan Negaranya, khususnya dalam bidang politik dan militer. Hal ini merupakan bukti bahwa Individualisme dan Liberalisme tidak dapat menyisihkan Nasionalisme sebagai bentuk Kebersamaan dengan Nilai penting dalam kehidupan Manusia. Padahal Individualisme berpendapat bahwa Individu adalah yang tertinggi dalam kehidupan. Dan Liberalisme memperkuat itu dengan pendapat bahwa Individu dapat dan boleh berpikir dan bertindak apa saja sesuai kehendaknya. Maka dalam pandangan itu seorang yang tidak setia kepada Negara dan Bangsanya, sebenarnya tidak menjadi soal, tidak salah.

Dalam kamus Individualisme tidak ada kata Pengkhianat. Akan tetapi nyatanya di masyarakat yang berpedoman kepada Individualisme dan Liberalisme masih ada sebutan Pengkhianat. Ini semua menunjukkan bahwa Kesetiaan memang Nilai Luhur dalam kehidupan yang diperhatikan di seluruh kehidupan ummat manusia.

Kesetiaan dalam Kehidupan di Indonesia

Juga dalam kehidupan di Indonesia Kesetiaan merupakan sikap dan perilaku yang amat menjadi perhatian. Terutama setelah berdirinya Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara. Dalam kehidupan di masyarakat Indonesia sikap setia kepada lingkungan dan kelompok sejak semula amat penting. Sikap Kebersamaan menjadi pedoman yang dipegang setiap anggota masyarakat secara teguh. Apalagi dengan Pancasila sebagai Dasar Negara yang makin menguatkan arti Kebersamaan dalam kehidupan.

Dan dengan itu juga arti dari Kesetiaan sebagai Nilai Luhur. Setia kepada Keluarga sebagai kelompok terkecil hingga Setia kepada Negara sebagai kelompok terbesar. Setia kepada kelompok mengandung makna selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi kelompok dan memperoleh Harga Diri tinggi dari bersikap Setia. Banyak sekali bukti kesetiaan yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik yang dilakukan dengan pengorbanan fisik dan materiil maupun yang non-fisik.

Bagi orang Indonesia Kesetiaan adalah satu Sikap berupa pikiran-perasaan-tindakan yang merupakan kewajiban yang harus diwujudkan. Sekalipun begitu dalam kehidupan di Indonesia juga terjadi Ketidak Setiaan pada tingkat rendah hingga tinggi. Ketidak Setiaan pada tingkat tinggi dapat dilihat dalam Perang Kemerdekaan.

Ketika para Pejuang Kemerdekaan secara setia membela Negara dan Bangsa Indonesia ada orang Indonesia yang tidak peduli terhadap Perjuangan, bahkan ada yang membela kepentingan Belanda dengan menjadi pejabat dan anggota tentara Belanda yang memusnahkan tidak hanya anggota TNI tetapi juga rakyat biasa di desa.

Dapat dilihat bahwa orang-orang yang Tidak Setia berbuat demikian karena dipengaruhi faktor-faktor yang umumnya sama. Umumnya orang-orang itu menganggap diri beda dari kelompoknya, mungkin menganggap dirinya lebih unggul. Karena itu tidak ada rasa atau dorongan untuk setia kepada kelompok itu. Faktor lain adalah aspek materiil, yaitu yang Tidak Setia lebih mementingkan kehidupan materiilnya. Maka ia dapat dibujuk oleh pihak lawan dengan iming-iming uang atau benda, terutama di Indonesia yang masih rendah kesejahteraan rakyatnya.

Tidak sedikit orang Indonesia mengkhianati bangsanya dan berpihak Belanda karena ada iming-iming materiil dari pihak Belanda . Hingga kini faktor materiil merupakan penyebab penting Ketidaksetiaan dalam masyarakat Indonesia.

Namun ketika berlawanan dengan Belanda faktor Kesetiaan harus kita lihat lebih luas. Kalau Kesetiaan kita ukur dari sudut pembelaan atas Republik Indonesia secara fisik, maka yang benar-benar setia adalah hanya satu minoritas bangsa. Yang benar-benar angkat senjata dan turut melakukan perlawanan gerilya mungkin tidak lebih dari 20 persen bangsa.

Yang mengkhianati Republik Indonesia, yaitu orang Indonesia yang menjadi anggota tentara Belanda, polisi dan pejabat pemerintah Belanda juga satu minoritas. Yang terbanyak adalah mereka yang mau hidup merdeka dan menolak penjajahan, tetapi tidak melakukan perlawanan fisik nyata terhadap Belanda.

Seperti ketika Belanda mendirikan negara-negara boneka Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Pasundan, dan lainnya rakyat Indonesia yang tinggal di wilayah negara boneka itu tidak menentang dan seperti menyerah kepada kekuasaan Belanda itu.

Sebenarnya mereka tidak setuju dengan kembalinya penjajahan Belanda , tetapi merasa tidak mampu melakukan perlawanan. Hal itu berubah kalau ada unsur-unsur Republik yang masuk ke wilayah negara boneka dan berhasil melakukan perlawanan fisik yang nyata memukul Belanda.

Seperti ketika Siliwangi setelah 19 Desember 1948 kembali ke Jawa Barat. Rakyat yang tadinya berlaku passif sebagai warga Negara Pasundan tidak sedikit yang bangkit bergerak aktif bersama Siliwangi melakukan perlawanan fisik. Di sini nampak bahwa faktor rasa keterbatasan mengakibatkan pelaksanaan Kesetiaan yang amat terbatas, sekalipun tidak dapat dikatakan Tidak Setia sepenuhnya.

Maka perlu kita bedakan adanya Kesetiaan Aktif dan Kesetiaan Passif. Mereka yang tergolong Kesetiaan Passif biasanya terbanyak jumlahnya dan menjadi rebutan untuk dipengaruhi oleh mereka yang termasuk Kesetiaan Aktif dan pihak Lawan yang berusaha menarik mereka agar berpihak Lawan atau menjadi Tidak Setia kepada NKRI atau Pengkhianat.

Sikap Setia yang menjadi satu kewajiban sosial memberikan ganjaran atau kompensasi bagi mereka yang melakukan. Secara minimal orang yang Setia kepada kelompoknya merasa satu kepuasan. Kepuasan itu bahkan dapat menimbulkan Harga Diri apalagi kalau terasa bahwa kesetiaannya dihargai dan dipuji oleh kelompoknya.

Kesetiaan yang menonjol, apalagi yang disertai pengorbanan fisik dan materi, akan mendapat kompensasi berupa penghargaan kelompoknya berupa sesuatu yang bersifat materis seperti penghargaan tertulis. Pada tingkat Negara dapat berupa BIntang Kehormatan disertai kompensasi benda atau uang. Akan tetapi bagi orang yang menjalankan kewajiban Setia secara sungguh-sungguh tidak ada pikiran atau harapan adanya penghargaan atau kompensasi dari pihak lain. Baginya rasa puas mengabdi adalah yang terpenting dan memperkuat Harga Dirinya sebagai Manusia hamba Tuhan.

Kesetiaan Imigran dan Pendatang

Selain itu ada aspek Imigran atau warga negara yang keturunan bangsa lain dalam Kesetiaan. Di Indonesia sejak masa penjajahan Belanda terdapat banyak warga keturunan China dan Arab. Warga keturunan terjadi karena nenek moyang mereka imigrasi ke Indonesia. Yang banyak berimigrasi dari China untuk menghindari keadaan negaranya yang sengsara atau kacau sehingga kelangsungan hidupnya terancam. Maka mereka migrasi ke Indonesia yang lebih aman dan terbuka luas untuk hidup sejahtera.

Laki-laki mereka kemudian menikahi perempuan Jawa, Sunda, dll (waktu itu belum terbentuk kesadaran Indonesia). Terjadi percampuran antara Imigran dan Pribumi. Namun meskipun ada unsur pribumi masuk dalam kelompok Imigran, mereka berkembang terus sebagai golongan tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Ada kecenderungan untuk menganggap diri sebagai golongan manusia yang lebih tinggi, lebih beradab dari pada Pribumi.

Apalagi karena kekuasaan kolonial Belanda menetapkan adanya golongan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) sebagai golongan lebih tinggi dari golongan pribumi sekalipun di bawah golongan Belanda-Barat. Terdiri dari keturunan imigran dari China, Jepang, Arab dan Asia lainnya. Maka pada anggota golongan Timur Asing itu berkembang kesadaran tentang kesetiaan yang aneka ragam. Ada yang kemudian setia kepada Indonesia ketika menghadapi penjajahan Belanda.

Ada pula yang masih tersisa rasa bangsanya yang asli dan menganggap tidak setia kepada Indonesia sebagai hal yang wajar dan bukan salah. Hal ini menjadikan Sikap Kesetiaan lebih rumit di masyarakat Indonesia. Dalam perlawanan masyarakat Indonesia terhadap Belanda, seperti dalam Perang Kemerdekaan, hanya warga keturunan yang betul dekat dengan Indonesia yang aktif membela Indonesia, dan merupakan perkecualian.

Sebaliknya ada pula yang aktif berpihak Belanda karena setia kepada masyarakat kolonial Belanda yang memberinya status sebagai golongan tersendiri di atas Pribumi. Dan ada yang rasa kesetiaannya tertuju pada bangsa leluhurnya. Hal terakhir diperkuat karena China menganggap Hoakiau atau diaspora China tetap sebagai warga China, juga kalau sudah mengambil kewarganegaraan bangsa lain. Yang terakhir ini terbanyak.

Kesetiaan dalam Perjuangan Masa Kini

Pada waktu ini Perjuangan, baik di Indonesia maupun di Umat Manusia umumnya, tetap ada, malahan menjadi lebih kompleks. Pendapat orang yang menamakan Dunia sekarang A Borderless World atau Dunia Yang Satu tanpa Batas dalam kenyataan tidak ada. Negara Bangsa tetap ada dan punya nilai penting dalam kehidupan ummat manusia. Dengan begitu Perjuangan antara Negara dan Bangsa tetap ada, malahan justru lebih tajam sekalipun dalam bentuk yang lebih canggih dan rumit.

Pengertian Perang yang semula terutama mengacu kepada pendapat Von Clausewiz, yaitu Perang adalah Tindakan Kekerasan untuk Memaksa musuh tunduk kepada kita, sekarang berubah menjadi Tindakan Kekerasan dan Bukan Kekerasan. Malahan justru dengan makin meningkatnya daya penghancur dari senjata dan alat sebagai akibat perkembangan teknologi, Tindakan Kekerasan cenderung dihindari.

Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Komunis telah berakhir dengan kemenangan Blok Barat pada tahun 1990 tanpa penggunaan Kekerasan Senjata. Padahal kedua pihak memiliki senjata dan alat yang banyak dan aneka ragam, termasuk senjata penghancur massal seperti senjata nuklir, biologi dan kimia. Justru kedua pihak punya kemampuan penghancur yang sama dahsyatnya, tak ada yang berani ambil risiko menggunakan tindakan kekerasan.

Sebab menyerang lawan dengan kekerasan senjata dapat dibalas dengan cepat serta dengan penghancuran yang sama hebat di pihak penyerang (MAD atau Mutual Assured Destruction). Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa kemampuan melakukan Tindakan Kekerasan tidak lagi penting. Tetap penting agar pihak Lawan tidak dapat memaksakan kehendaknya dengan menggunakan Kekerasan. Ini alasan mengapa negara kecil seperti Korea Utara mengembangkan kemampuan senjata nuklir yang amat mahal.

Indonesia berada di tengah-tengah pergulatan internasional yang sedang terjadi dewasa ini. Dan karena Indonesia mempunyai sifat-sifat yang amat menarik bagi pihak-pihak yang bergulat, baik karena kekayaan sumberdaya alam dan jumlah penduduknya maupun aspek geografinya, maka Indonesia diperebutkan antara pihak-pihak yang mempunyai ambisi besar agar memberikan manfaat bagi mereka masing-masing.

Akibatnya Indonesia harus berjuang untuk tetap hidup langsung sebagai NKRI yang merdeka dan berdaulat. Serta dapat mewujudkan Masyarakat Maju-Adil-Makmur berdasarkan Pancasila. Dan perjuangan itu dilakukan terhadap segenap pihak yang berambisi merebut Indonesia bagi kepentingannya.

Pergulatan itu terutama terjadi antara dua negara dan satu gerakan yang berlatar belakang agama. Dua negara itu adalah China yang sejak tahun 1990-an makin berkembang sebagai Kekuatan Global dan makin berambisi memancarkan pengaruh dan kekuasaannya di planit Bumi. Di pihak lain Amerika Serikat yang sejak runtuhnya Uni Soviet menjadi satu-satunya Kekuatan Global dan hendak memelihara dan mempertahankan status quo. Sedangkan gerakan berlatar belakang agama adalah ISIS yang berambisi meluaskan gerakannya di Asia Tenggara dengan memanfaatkan ummat Islam Indonesia yang terbesar jumlahnya di dunia.

Dalam perjuangan bangsa Indonesia yang penuh ancaman dan tantangan itu faktor Kesetiaan amat penting. Ketiga pelaku yang hendak merebut Indonesia ingin mencapai sukses dengan semaksimal mungkin menggunakan penduduk Indonesia, khususnya untuk memimpin dan mengendalikan Indonesia yang sepenuhnya berkiblat kepada mereka masing-masing, menjalankan kebijaksanaan sesuai kepentingan mereka masing-masing. Keberhasilan menciptakan kondisi itu akan memberikan posisi dan sukses yang amat berharga bagi kepentingan mereka masing-masing.

Maka Kesetiaan benar-benar menjadi kunci bagi bangsa Indonesia untuk dapat menghadapi dan mengatasi semua ancaman itu. Menghadapi China dan ISIS adalah kesetiaan rakyat Indonesia Pribumi terhadap NKRI dan Pancasila dan kesetiaan WNI keturunan China dan Arab terhadap Indonesia sebagai negara yang memberinya kehidupan dan kekayaan yang amat berharga. Menghadapi AS adalah kesetiaan warga negara RI terhadap NKRI dan Pancasila, baik Pribumi maupun Keturunan, yang dalam hidupnya mengalami banyak sentuhan dengan AS, berupa kultural dan material.

Adalah penting sekali bahwa NKRI tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan yang efektif, dalam aspek kesejahteraan maupun keamanan. Agar hal ini terwujud harus dijamin bahwa ada Kepemimpinan Nasional yang sepenuhnya Setia kepada NKRI dan Pancasila. Kepemimpinan Nasional itu yang mengembangkan tingkat Ketahanan Nasional yang sekuat mungkin, baik aspek Keamanan Nasional maupun Kesejahteraan Nasional. Melalui kepemimpinan dan pendidikan yang tepat di lingkungan Keluarga, di Sekolah dan Lembaga Pendidikan, di Masyarakat, ditimbulkan sikap dan rasa Kesetiaan yang benar dan efektif sehingga kehidupan di Indonesia benar-benar berupa Kebersamaan yang solid dan kokoh-kuat serta berorientasi kepada NKRI.

Kesejahteraan Nasional menjamin Kebersamaan itu khususnya di bidang materi dan ekonomi. Sedangkan Keamanan Nasional menjaga efektifnya kekuasaan hukum dan kemampuan menindak terhadap setiap pelanggaran.

Dalam kondisi itu harus dapat dijamin bahwa semua unsur yang menduduki tempat pimpinan, khususnya Kepemimpinan Nasional, benar-benar Setia kepada NKRI dan Pancasila dan tidak dapat dipengaruhi oleh berbagai usaha Lawan untuk meninggalkan sikap itu.

Dan bagi rakyat umumnya ada perasaan dan keyakinan bahwa menjadi warga NKRI yang tidak dikuasai atau dikendalikan pihak lain, adalah jaminan bagi masa depan nya dan keluarga serta keturunannya. Bagi WNI Keturunan pun diusahakan agar mereka Setia kepada NKRI dan Pancasila, sekurangnya Setia Passif. Tidak berkiblat kepada negara leluhurnya dan menjalankan hal-hal yang menguntungkan negara leluhurnya dan merugikan NKRI dan Pancasila.

Adalah amat penting kalau di antara WNI Keturunan itu tumbuh keyakinan dan perasaan yang sudah sepenuhnya mengabdi Indonesia dan tidak lagi ada tarikan atau dorongan ke bangsa leluhur. Tidak ada lagi yang berperasaan dan berbicara secara lantang bahwa Indonesia hanya sebagai Bapak Angkatnya sedang China adalah Bapak Kandungnya. Padahal ia menjadi kaya sekali di dan dari Indonesia.

Faktor Kesetiaan ini akan memegang peran amat penting dalam Perjuangan bangsa Indonesia menghadapi Masa Kini dan Masa Depan. Menjadi penentu dan platform bagi NKRI untuk tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan politik, ekonomi, militer dan kultural yang makin ampuh dan berwibawa.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...