Opini
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, WAKASAD dan Dubes RI untuk Jepang) pada hari Sabtu, 10 Des 2016 - 07:43:10 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengapa Indonesia Tertinggal (1)

36IMG_20161127_132426.jpg
Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, WAKASAD dan Dubes RI untuk Jepang) (Sumber foto : Istimewa )

Kelemahan dalam Pembangunan Bangsa

Tidak jarang orang bertanya mengapa Indonesia dengan potensinya yang cukup besar bisa tertinggal dari negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara. Pertanyaan ini diajukan oleh orang-orang luar negeri yang besar minatnya kepada Indonesia, tetapi juga oleh orang Indonesia sendiri khususnya para Pejuang Kemerdekaan yang telah memberikan pengabdian dalam mewujudkan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat , lepas dari penjajahan Belanda yang panjang.

Yang bertanya itu mengetahui bahwa Indonesia dikaruniai Tuhan dengan potensi aneka ragam dan dalam jumlah atau ukuran besar dengan nilai tinggi. Seperti Sumberdaya Alam dalam bentuk Tanah yang luas dan subur di semua pulaunya, khususnya pulau-pulau besar seperti Sumatra-Jawa-Kalimantan-Sulawesi-Papua. Tanah subur itu memungkinkan melaksanakan Pertanian dan Perkebunan untuk menghasilkan aneka ragam pangan dan produk perkebunan sebagai bahan untuk produksi aneka ragam barang. Ini diperkuat oleh kondisi cuaca yang mendukung sepanjang tahun.

Tanah luas dan subur itu didampingi lautan dan perairan yang tidak kalah luas dan subur, sekaligus menjadi penghubung antar-pulau. Aneka produk maritim seperti ikan dan pangan lainnya dihasilkan lautan luas itu Tanah dan lautan itu mengandung aneka bahan tambang seperti emas, minyak dan gas bumi, tembaga, nikel, dan lainnya yang semua tinggi harganya dan hanya terdapat di tempat yang amat terbatas jumlahnya di dunia.

Juga Sumberdaya Manusia yang dapat melaksanakan berbagai pekerjaan yang bermanfaat bagi kemajuan masyarakat. Jumlah Penduduk Indonesia sekarang sekitar 250 juta orang, bertambah banyak dibandingkan ketika baru merdeka pada tahun 1945 sekitar 150 juta orang. Manusia Indonesia punya kualitas cukup tinggi untuk mewujudkan kemajuan, hal mana antara lain dibuktikan dari hasil pendidikan yang ditempuh pemudanya di negara-negara maju.

SDA dan SDM sebagai potensi kemajuan yang tinggi dilengkapi dengan kondisi geografi Indonesia yang amat strategis dan langka di dunia. Sebagai Negara Kepulauan yang luasnya seperti satu Benua Maritim Indonesia memanjang di khatulistiwa di Posisi Silang antara dua Benua Asia dan Australia dan dua Samudera, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Maka Indonesia amat penting sebagai tempat lalu lintas di laut dan udara, baik untuk kepentingan kesejahteraan maupun keamanan internasional.

Kondisi Indonesia dengan berbagai potensi yang berharga sebagai karunia Allah amat berbeda dengan negara-negara lain, khususnya Korea Selatan. Di Korea Selatan tanahnya hanya 30 persen yang dapat ditanami dan juga amat terbatas mengandung bahan tambang. Demikian pula Korea Selatan terbatas wilayah maritimnya. Dan mengalami penjajahan Jepang selama sekitar 30 tahun. Maka ketika pada tahun 1945 lepas dari penjajahan Korea Selatan adalah satu bangsa yang miskin.

Sebagai sesama negara yang lepas dari penjajahan Indonesia dan Korea Selatan pada tahun 1950 hampir sama miskinnya, dengan Pendapatan per Kapita sekitar USD 80-100. Kemudian pada bulan Juni 1950 Korea Selatan terlibat dalam perang besar akibat pertentangan AS dan Dunia Barat dengan Uni Soviet dan blok Komunis. Korea Utara dikendalikan Uni Soviet dan RRC menyerang Korea Selatan untuk menguasai seluruh jazirah Korea bagi Blok Komunis. Dengan bantuan AS dan sekutunya serangan Korea Utara dapat dihentikan dan dipukul kembali hampir sampai di batas utara negara itu.

Saat itu RRC melakukan intervensi dan menolak kembali kekuatan Sekutu Barat Perkembangan itu mengalami penghentian tembak menembak pada bulan Juli 1953 di Garis Demarkasi yang terletak di 38 derajat Lintang Utara dan disebut Garis Demarkasi Panmunjom. Perang Korea yang dikategorikan perang terbatas (sebagai kebalikan dari perang total) mempunyai makna terbatas bagi AS dan UNi Soviet dalam konfrontasi Blok Barat dan Blok Komunis. Akan tetapi bagi bangsa Korea perang itu bersifat total, hanya tanpa penggunaan senjata nuklir. Maka seluruh Korea mengalami kehancuran yang besar sekali.

Namun kemudian Korea Selatan dapat berkembang maju dan mencapai kesejahteraan serta kemampuan yang jauh melampaui Indonesia. Menurut laporan Bank Dunia atau World Bank pada tahun 2016 GDP per kapita Korea Selatan USD 25.976 dan nomer urut 31 di Dunia. Sedangkan Indonesia USD 3.475 dan nomer urut 118. Bahkan di lingkungan ASEAN Indonesia di belakang Singapore USD 55.182 nomor 9, Brunai USD 38.563 nomor 25, Malaysia USD 10.538 nomor 66 dan Thailand USD 5.778. nomor 92. Ternyata juga dalam pemerataan kesejahteraan Indonesia tertinggal dengan Korea Selatan. Dengan ukuran IHDI (Inequality Human Development Index) Korea Selatan ada di urutan 32 di dunia , sedangkan Indonesia nomor 75.

Hal ini semua menunjukkan bahwa Indonesia dengan segala potensinya yang besar dan banyak kalah maju dalam membawa kesejahteraan bagi bangsanya. Bahkan dapat dikatakan bahwa dengan GINI koefisien 0,41 sedang terjadi kesenjangan antara kaya dan miskin yang amat lebar. Ini semua bertentangan dengan tujuan dan maksud perjuangan bangsa dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini harus secepat mungkin kita perbaiki karena pada periode kehidupan sekarang kelemahan atau kekurangan ini dapat membawa dampak besar pada Ketahanan Nasional yang berarti kelangsungan hidup bangsa.

Tulisan ini berusaha menjelaskan hal-hal apa yang menyebabkan ini semua.

Lingkungan dan Perilaku Manusia

Tidak dapat disangkal dan dicegah bahwa Lingkungan berpengaruh terhadap Perilaku Manusia. Lingkungan Alam yang Mudah-Murah sebagai karunia Allah telah berpengaruh besar kepada Manusia Indonesia, termasuk pikiran-perasaan-perbuatannya. Lingkungan Alam yang serba Mudah-Murah membuat Manusia Indonesia bersikap ramah dan baik hati terhadap mahluk lain. Dan karena Alam yang Mudah-Murah itu Manusian Indonesia merasa tidak perlu “ngotot” mencari kehidupan.

Tanah yang subur membuat pencarian dan penghasilan bahan pangan mudah, demikian pula Lautan yang kaya ikan tidak mendesak nelayan untuk melaut jauh dari rumah selama berhari-hari. Dan kondisi cuaca yang ramah, tidak pernah terlalu panas atau terlalu dingin serta keramahan sepanjang tahun, semua itu membuat Manusia Indonesia juga “ramah” terhadap kehidupan. Orang Belanda abad lalu suka mengatakan bahwa Manusia Indonesia adalah het Zachste Volk ter Wereld atau Rakyat Paling Ramah di Dunia.

Hal ini berbeda dari manusia yang hidup di bagian utara Planit Bumi, jauh dari khatulistiwa. Seperti orang Jepang, Korea, China, Eropa. Orang-orang ini harus hidup dalam Empat Musim, di antaranya ada musim dingin yang membawa jatuhnya salju. Dalam lingkungan Empat Musim kehidupan tidak semudah kehidupan di Indonesia dengan Dua Musim tanpa musim dingin yang dengan saljunya membuat kehidupan sukar dan berat. Mencari makan baik di darat maupun di laut merupakan perjuangan tidak mudah dan tidak ringan bagi Manusia Empat Musim, apalagi kalau tanahnya kurang subur seperti di Korea dan Jepang.

Dalam kondisi Lingkungan Empat Musim manusia yang hidup di dalamnya didorong dan dipaksa untuk selalu berjuang untuk hidup langsung atau survive. Sedangkan Manusia Indonesia relatif cukup mudah hidupnya dibandingkan Manusia Empat Musim. Maka terjadi kemungkinan bahwa Manusia Indonesia menjadi Manja Mental , yaitu secara mental menjadi lemah karena kehidupan yang murah dan mudah, apalagi kalau dibantu oleh kemajuan teknologi dengan alat-alat yang makin memudahkan orang hidup.

Maka Manusia Indonesia yang dikaruniai Allah dengan sifat cerdas dan fleksibel menghadapi pilihan. Kalau ia menyadari bahwa karunia Allah harus dikembangkan untuk kepentingan kehidupan yang makin maju dan sejahtera, maka ia harus menjadi orang yang berjuang untuk kehidupan lebih maju dan sejahtera. Akan tetapi kalau ia merasa semua serba murah-mudah dan tak perlu berjuang untuk hidup, maka ia cenderung diliputi kondisi kemanjaan mental.

Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia hingga kini adalah bahwa mayoritasnya merasa tak perlu hidup susah dan sukar, tak perlu berjuang untuk hidup. Maka kemanjaan mental mudah sekali menyelimuti kehidupannya. Ia cenderung lekas puas dan tidak berusaha mewujudkan yang terbaik dan tertinggi dalam segala hal yang dilakukan. Semua cukup ASAL JADI.

Tentu ada orang-orang Indonesia yang merupakan perkecualian dalam kecenderungan itu. Orang-orang yang bersifat Pejuang yang tidak beda dan tidak kalah dari manusia empat musim. Akan tetapi mereka merupakan perkecualian yang minoritas dan bukan gambaran umum.

Juga ada warga negara Indonesia yang keturunan manusia empat musim, yaitu keturunan para imigran dari China dan negara empat musim lainnya yang menikah dengan wanita Indonesia. Sifat-sifat manusia empat musim masih ada pada keturunan manusia empat musim. Sifat pejuang malahan lebih kuat karena sebagai imigran atau keturunannya mereka merasa lebih tercambuk untuk menjamin survival nya. Akan tetapi integrasi mereka dalam masyarakat Indonesia masih merupakan proses. Dan di masa lalu mereka lebih banyak hidup dan berbuat untuk kepentingannya sendiri dan tidak mewakili Indonesia.

Inilah sebab mendasar dari kondisi mengapa Indonesia Tertinggal dari Korea Selatan. Masyarakat Indonesia yang ramah tapi kurang bersifat pejuang tertinggal oleh masyarakat Korea Selatan yang bersifat Pejuang.

Hal ini diperkuat oleh dampak Kemanjaan Mental yang aneka ragam. Yang utama dapat kita lihat adalah kecenderungan untuk gemar pada Wacana dan Berteori karena orang-orangnya cerdas. Akan tetapi sayangnya hasil Wacana dan Teori yang mungkin bermutu tidak dilanjutkan dengan menjadikannya kenyataan. Kurang ada Perbuatan atau Implementasi yang memadai.

Maka segala kebaikan wacana dan teori tak pernah mendai Realitas baru. Yang paling menyedihkan adalah ketetapan yang brilyan ketika Pancasila menjadi Dasar Negara RI pada tahun 1945, tetapi hingga kini tahun 2016 Pancasila jauh dari kenyataan hidup di Indonesia. Bahkan sejak Reformasi 1998 makin banyak terdapat aspek kehidupan yang bertentangan dengan Pancasila.

Dampak lain yang amat merugikan adalah kecenderungan Asal Jadi dalam cara bekerja. Umpama membangun satu jembatan oleh orang-orang yang bermutu kemampuannya dengan dukungan dana memadai, tetapi karena cara Asal Jadi tanpa niat membangun jembatan terbaik. Maka tidak jarang jembatan itu dalam waktu singkat ambruk. Dampak Asal Jadi ini banyak merugikan bangsa Indonesia.

Tidak jarang bangsa lain menilai manusia Indonesia malas, kurang andal. Akan tetapi melihat sifat para petani yang sudah pagi-pagi pergi sawah dan bekerja hingga sore hari , maka tak dapat dikatakan manusia Indonesia malas. Juga produk-produk seni Indonesia yang mutunya diakui masyarakat internasional membantah bahwa manusia Indonesia kurang andal.(bersambung)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...