Opini
Oleh Djoko Edhi Abdurrahman (mantan Anggota Komisi III DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU) pada hari Selasa, 28 Nov 2017 - 08:58:30 WIB
Bagikan Berita ini :

Mahkamah Konstitusi Hebat!

9IMG-20171113-WA0000.jpg
Djoko Edhi Abdurrahman (mantan Anggota Komisi III DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU) (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso )

Saya sedang menuduh. Memang menuduh. Sebagai orang hukum, pengacara, saya paham apa yang saya tulis itu. Jadi bukan orang awam. Di atas, ada tulisan Sodik berjudul living constitution yang saya ambil dari google. Tulisan itu jelas si Sodik berdusta. Itu satu.

Kedua, perubahan UUD 1945 menjadi UUD 2002 memakai istilah amandmend (artinya perubahan terbatas ala Anglo Saxon). Metode amandmend itu baku, sebuah metodologi besar. Tak bisa rang-ngarang, kata orang Madura.

Pada metodologi amandmend, prinsipnya melindungi naskah aslinya, menaruh semua perubahan pada Addendum. Mana asli UUD 1945? Tak ada! Dihapus. Mana Addendumnya? Tak ada! Itu salah. Mau pakai metodologi hukum apapun. Si Sodik bilang clear. Bagus. Salah kok bagus.

Hanya ada dua metodologi untuk mengubah hukum konstitusi di muka bumi. Pertama, Anglo Saxon (Amerika dan Inggris). Namanya metodologi Amandmend.

Kedua, metodologi Eropa Continental Law (Perancis, Jerman, Belanda), yaitu Reconsideration atau revisi tak terbatas. Naskah aslinya hapus, bikin baru termasuk pokok pikiran dalam pertimbangan. Misalnya Konstitusi Perancis hasil Revolusi Bastille. Semua previlege Raja Louis dihapus. Kamar ketiga, House of Lord di Inggris diganti Forthy Immortal. Tanpa sama sekali previlege kekuasaan sebelumnya. Filsafat Dekonstruksi.

Metodologi Revisi ini juga tak ada di UUD 2002 hasil amandemen. Bahkan Declaration of Independence (Proklamasi), dan The Bill of Rights (Pembukaan UUD 1945) utuh.

Jadi bukan reconsideration, bukan pula amandmend. Apa dong? Tanya si Sodik! Siapa tahu ia punya ilmunya. Saya tak temukan sepanjang ilmu hukum.

Ada metodologi ketiga, namanya metodologi kin-bikin, bahasa Madura. Hasil rang-ngarang. Ente juga bisa. Atau ada juga metodologi percobaan, yaitu Universal State Law (kayak film Universal Soldier, tentara kelinci percobaan).

Ketiga, adalah Achmad Basarah beberapa bulan lalu, lulus cum laude, diuji Mahkamah Konstitusi. Katanya, "sama itu norma pada Pancasila 1 Juni 1945 dengan norma Pancasila 18 Agustus 1945".

Kalau kata Habib Rizieq tak sama. Pada Pancasila 1 Juni 1945, Ketuhanan Yang Maha Esa letaknya di pantat. Yaitu pada sila ke lima. Gara-gara pakai istilah pantat itu, Habib Rizieq dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri ke Polda Jabar.

Posisinya memang di pantat, yaitu di sila ke lima. Sedang pada Pancasila 18 Agustus 1945, Ketuhanan Yang Maha Esa menempati kepala, yaitu sila pertama.

Di MK disertasi Basarah memperoleh predikat cum laude, artinya norma di kedua Pancasila itu sama, benar. Basarah menghilangkan strukturalisme norma. Karenanya, mau pantat atau kepala adalah sama. Lulus memuaskan di MK. Hebat kan MK.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...