Opini
Oleh Ujang Komarudin (Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) & Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta) pada hari Rabu, 05 Des 2018 - 10:54:45 WIB
Bagikan Berita ini :

Ulama, Rakyat, dan Demokrasi Lima Tahunan (1)

6ujang.jpg
Ujang Komarudin (Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) & Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta) (Sumber foto : ist)

Ada yang menarik dari hasil survey LSI Denny JA, tentang ulama dan efek elektoralnya. Seperti kita ketahui, ulama merupakan figur atau tokoh agama yang dihormati, dikagumi,
dicintai, dan petuahnya diikuti dan dituruti oleh masyarakat Indonesia. Ucapan, perilaku, dan telunjuknya ditaati, bukan hanya oleh santrinya. Tetapi juga oleh masyarakat luas.

Ada lima ulama di republik ini, versi LSI Denny JA yang popularitas, tingkat kesukaan, dan kemampuan mempengaruhi atau himbauannya didengarkan oleh masyarakat. Mereka adalah Ustad Abdul Somad (UAS), Ustad Arifin Ilham (UAI), Ustad Yusuf Mansur (UYM), Ustad Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan Ustad Habib Rizieq Shihab (HRS). Popularitas, tingkat kesukaan, dan himbauan kelima ulama tersebut, merata dihampir
semua segmen masyarakat yang memiliki hak pilih; yang berpendidikan tinggi dan rendah, yang berpendapatan tinggi dan rendah, milenial dan lansia, segmen pemilih partai, dan
capres.

Karena pengaruhnya yang besar, terkadang ulama menjadi rebutan. Rebutan bagi capres dan juga partai politik.
Ulama memang bukan sembarang manusia. Walau bukan manusia suci. Tapi mereka pewaris para Nabi. Ya, pewaris para Nabi. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, “Al-Ulamu Waratsatul Anbiya”. Keilmuannya mumpuni. Perkataan dan perilakunya
diikuti. Dan ketokohannya teruji dan diakui.

Ulama seperti Amien Rais, Salahuddin Wahid, Ustad Al-Khaththath, Din Syamsudin, dan ulama-ulama lainnya, bukan berarti mereka tidak hebat. Mereka adalah ulama-ulama hebat
yang dimiliki bangsa ini. Mereka yang tidak masuk lima besar, versi survey Denny JA, karena tingkat pengenalan, kesukaan, dan tingkat pengaruhnya kurang dari yang telah ditentukan.
Seperti tingkat pengenalan harus diatas 40%, tingkat kesukaan di atas 50%, dan kemampuan mempengaruhi dan didengar harus di atas 15%.

Amien Rais tidak masuk lima besar, hanya kurang di tingkat mempengaruhi 9.4%, sedangkan untuk tingkat popularitas
tinggi 83.1%, dan tingkat kesukaan 57.2%. Begitu juga dengan ulama-ulama lainnya. Kurang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh LSI Denny JA.

Rakyat atau pemilih, suka dan cinta pada ulama yang ‘alim, berwawasan luas, dalam ilmu agama dan pengetahuan umum, memiliki pesantren, memiliki jaringan bisnis untuk membangun ekonomi ummat, bisa memberi solusi atas persoalan-persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, dan tentu bersikap dan berperilaku baik. Bisa menjadi suri tauladan dan uswatun hasanah.

Dari kelima ulama di atas, UAS memiliki tingkat pengaruh yang paling tinggi dengan 30.2%, kemudian UAI 25.9%, UYM 24.9%, Aa Gym 23.5%, dan HRS 17.0%. Jika digabungkan pengaruh mereka mencapai 51.7%. Sedangkan tokoh lain hanya mencapai
23.6%. Jika berkaca dan mengacu pada hasil survey tersebut, maka pengaruh kelima tokoh tersebut akan berpengaruh terhadap pilihan masyarakat.(*)

Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kembali ke UUD 1945: Refleksi atas Dekrit 5 Juli 1959 dalam Konteks Demokrasi Kontemporer

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Sabtu, 05 Jul 2025
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang menandai titik balik perjalanan konstitusional Indonesia: Dekrit Presiden tentang Kembali ke UUD 1945. Dekrit ini, yang menandai ...
Opini

Kebangkitan Kejaksaan, Kemunduran KPK, dan Tantangan Reformasi Penegakan Hukum Era Prabowo

Di tengah apatisme publik terhadap penegakan hukum, sebuah fakta mengejutkan hadir melalui Podcast Suara Angka LSI Denny JA edisi awal Juli 2025. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, Kejaksaan ...