Opini
Oleh Syaefudin Simon (Pecinta Sains) pada hari Minggu, 11 Agu 2019 - 20:47:37 WIB
Bagikan Berita ini :

Thawaf dan Unified Universe

tscom_news_photo_1565531257.jpeg
Thowaf dalam ibadah haji dan umroh (Sumber foto : ist)

Dr. Ali Syariati, penulis spiritual Iran, menyatakan, dalam thawaf terkandung makna simbol unified universe. Ka’bah adalah simbol inti atom, sementara orang thawaf yang mengelilingi ka’bah adalah elekron-elektronnya. Dalam bahasa fisika atom, elektron itu mengorbit nukleus (inti atom).

Selanjutnya, bulan mengorbit bumi. Bumi dan seluruh planetnya mengorbit mata hari. Matahari dan seluruh planet di tata surya mengorbit galaksi Bima Sakti.

Just you know! Di dalam galaksi Bima Sakti, matahari berada di salah satu “lengan spiral” Sang Bima pada jarak 26.000 tahun cahaya dari “Pusat Galaksi yang menjadi Rumah” Sang Surya. Dan pusat galaksi Bimasakti merupakan sebuah lubang hitam supermasif.

Matahari bergerak mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dalam orbit (yang hampir menyerupai lingkaran) dengan kecepatan 782.000 km/jam. Waktu yang dibutuhkan oleh Matahari untuk menyelesaikan satu putaran mengelilingi pusat Bima Sakti adalah 226 juta tahun. Semenjak pertama kali terbentuk 4,6 milyar tahun lalu, Matahari baru 20,4 kali mengelilingi pusat Bima Sakti.

Semunya saling mengorbit. Dan pusat orbit dari semuanya itu adalah “lubang hitam supermasif”. Lubang hitam ini mempunyai gravitasi yang sangat-sangat gigantik sehingga apa pun tak bisa lepas dari daya tariknya. Cahaya pun tertelan oleh lubang hitam.

Apakah ka’bah yang hitam itu merupakan simbol lubang hitam masif tersebut? Wallahu a’lam. Satu hal yang jelas, tulis Syariati, thawaf adalah simbol pergerakan universe yang tak pernah berhenti. Kumandang takbir dan tahmid di Ka’bah, misalnya, terus sambung menyambung ke seluruh planet bumi melalui pergerakan waktu sesuai ritme semesta.

Gelombang suara takbir dan tahmid itu terus bergerak menembus bumi, melayang ke angkasa menembus mata hari, dan menyebar ke Bima Sakti hingga “tertelan” lubang hitam (black hole) di pusat Bima Sakti. Tak ada yang luput. Semua lantunan takbir dan tahmid itu terjejak secara digital melalui gelombang mikro dan makro kosmos yang memenuhi universe.

Itulah dimensi makrokosmos dari thawaf. Thawaf menggambarkan unified theory of universe; sejak alam mikrokosmos super kecil (elektron) hingga alam makrokosmos super raksasa (galaksi).

Dari perspektif inilah, seharusnya kita “merasakan” Tuhan Yang Maha Besar. Kebesaran Tuhan tak akan tertampung dalam wadah sebesar apa pun; kecuali – kata Ibnul Arabi – dalam hati manusia. Manusia adalah “simbolisme Tuhan” yang hati nuraninyanya merupakan rumahNya. Dalam bahasa Qur’an manusia adalah khalifah Allah. Pengganti Allah. Pinjam kata-kata sufi Al-Hallaj, Kau adalah Aku. Aku dalah Kau.

Dari sisi inilah, kita mengerti kenapa Ibnul Arabi menyatakan, hati adalah rumah Allah. Rumah yang amat dicintaiNya. Karena itu, jika di rumahNya ada sesuatu yang tak disukai, di mana hati manusia lebih menyayangi “sesuatu” selain DIA, Allah akan cemburu.

Bila Allah cemburu, bersiaplah menerima penderitaan maha hebat. Gersang, panas, sakit dan terkapar seperti di neraka. Karena sang Maha Pecinta telah kau khianati. Bagi sang pecinta tak ada sakit yang lebih pedih dibandingkan khianat cinta dari orang yang dicintainya.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #haji  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kembali ke UUD 1945: Refleksi atas Dekrit 5 Juli 1959 dalam Konteks Demokrasi Kontemporer

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Sabtu, 05 Jul 2025
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang menandai titik balik perjalanan konstitusional Indonesia: Dekrit Presiden tentang Kembali ke UUD 1945. Dekrit ini, yang menandai ...
Opini

Kebangkitan Kejaksaan, Kemunduran KPK, dan Tantangan Reformasi Penegakan Hukum Era Prabowo

Di tengah apatisme publik terhadap penegakan hukum, sebuah fakta mengejutkan hadir melalui Podcast Suara Angka LSI Denny JA edisi awal Juli 2025. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, Kejaksaan ...