Opini
Oleh KH Dr. Amidhan Shaberah Ketua MUI (1995-2015)/Komnas HAM (2002-2007) pada hari Sabtu, 10 Agu 2019 - 10:55:34 WIB
Bagikan Berita ini :

Kurban dan Kemanusiaan

tscom_news_photo_1565409334.jpg
KH Dr. Amidhan Shaberah Ketua MUI (1995-2015)/Komnas HAM (2002-2007) (Sumber foto : ist)

Ketika Allah menyuruh Ibrahim untuk menyembelih Ismail; kemudian Allah menggantinya dengan domba setelah tahu ketaatan total Ibrahim atas perintahNya – saat itulah terjadi “revolusi dalam sejarah” kebudayaan purba di Jazirah Arab dan sekitarnya. Betapa tidak! – saat itu, dalam masyarakat purba di jazirah, korban yang dipersembahkan untuk “tuhan-tuhan” kepercayaan primitiaf, adalah benar-benar manusia.

Kepercayaan purba di sana – juga di wilayah lain seperti Persia dan Hindustan – apa yang mereka anggap tuhan, tiap tahun membutuhkan “darah manusia”. Tokoh agama, tetua, dan raja di jazirah, saat itu sengaja memberikan “manusia” kepada tuhan-tuhannya dengan jalan dibunuh, lalu mayatnya dilemparkan ke sungai, atau dibiarkan kering di padang pasir untuk suguhan kepada tuhan. Jika hal itu tidak dilakukan, mereka percaya, tuhan akan marah. Dampaknya akan terjadi bencana alam atau mewabahnya penyakit mematikan.

Secara antropologis, kisah-kisah mengerikan tersebut, bisa dilacak kejadiannya di masyarakat purba. Tidak hanya di jazirah Arab, tapi juga di wilayah-wilayah lain yang jauh dari masyarakat di mana Ibrahim dan Ismail hidup. Ritus penyembelihan manusia tersebut, oleh Tuhannya Ibrahim dan Ismail, direformasi total. Bukan manusia yang dikurbankan, tapi domba atau binatang lain yang sejenis dan halal, seperti unta, sapi, biri-biri, dan lainnya.

Dari perspektif itulah kita seharusnya melihat “esensi kurban” di Hari Raya Haji. Esensi pertama adalah manusia harus beriman dan pasrah total kepada perintah Allah. Kurban sejatinya hanya simbolik. Esensinya adalah taqwa dan keikhlasan. Jadi, bukan memberi daging yang mendapat “penghormatan” dari Allah. Tapi keikhlasan kita untuk taat total agar mendapat ridhoNya.

Kedua, peristiwa qurban menjadi simbol “reformasi total” atas kurban yang menyembelih manusia, menjadi kurban yang menyembelih binatang kaki empat yang halal. Ini adalah revolusi dalam ritus-ritus agama yang ada saat itu. Allah menunjukkan kepada manusia, ketaatan terhadapNya bukan melalui “jalan darah penyembelih manusia” sebagai makhluk termulia. Tapi cukup dengan penyembelihan binatang konsumsi manusia. Selanjutnya daging kurban itu tidak dipersembahkan kepada Tuhan seperti kepercayaan agama-agama lokal saat itu. Tapi dipersembahkan kepada manusia untuk disantap dan dinikmati.

Ketiga, kurban juga punya tujuan lebih luas dari sekadar nilai “ritus agama dan revolusi legenda antropologis”. Tapi juga, secara inheren mengandung tujuan ekonomis; dalam arti memerangi kemiskinan dan kekurangan gizi masyarakat. Orang yang ber kurban niscaya punya kemampuan lebih secara ekonomi sehingga mampu memberikan hartanya dalam bentuk hewan kurban untuk orang yang miskin membutuhkan.

Keempat, kurban juga menjadi “pengungkit” perbaikan akhlak manusia, khususnya dalam meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Dengan kesedian muslim memberikan kurban, itu artinya meningkatkan “kerelaan berderma dan bersedekah” demi kemaslahatan umat.

Kelima, last but not least, fikih kurban pun bisa ditransformasi menjadi fikih ekonomi. Kelompok muslim tertentu seperti di Saudi, Mesir, Kuwait, Maroko, dan Libanon (bahkan di Indonesia) sudah melakukan “industrialisasi” kurban dalam pengertian positif. Daging kurban tidak dimakan sesaat, tapi dikalengkan sehingga menjadi “corned beef” yang bisa disimpan lama. Bila ada suatu kebutuhan mendesak, mustahik atau penerima daging kurban bisa menjual corned beef tersebut untuk kebutuhan yang lebih penting.

Lalu pemeliharaan (farming) sapi, kambing, dan hewan kurban lain sudah dilakukan secara modern dengan konsep industri syariah lengkap dengan manajemen yang adil dan transparan. Pada akhirnya qurban pun punya dampak ganda. Tak sekadar ritual. Tapi juga sosial. Bahkan memicu bangkitnya ekonomi keumatan.

Semoga Idul Qurban membawa berkah dan rahmat kepada kita semua.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...