Opini
Oleh Asyari Usman (wartawan senior) pada hari Selasa, 27 Agu 2019 - 23:24:29 WIB
Bagikan Berita ini :

Solusi Ibu Kota, Problem Ibu Kandung

tscom_news_photo_1566923069.jpeg
(Sumber foto : Istimewa)

Tampaknya, Pemerintah bertekad keras untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan. Alasan terbaiknya adalah supaya ibu kota berada di titik tengah geografi Indonesia. Tujuan terburuknya adalah supaya semua orang dari seluruh Indonesia datang ke ibu kota dengan jarak tempuh yang sama.

Bisa dipahami. Karena banyak orang yang percaya bahwa sukses itu tergantung jarak tempuh pesawat. Bukan jarak tempuh pikiran. Jadi, kita maklumi saja.

Tetapi, memindahkan ibu kota ke luar Jawa paling banter menghadirkan dua solusi saja. Pertama, menaikkan harga tanah di lokasi dan sekitar lokasi ibu kota baru. Kedua, memudahkan jumpa fisik antara Presiden dan para pembantunya. Selebihnya, yang 98 lagi, adalah problem.

Begitu banyak problem yang akan diakibatkan oleh pemindahan ibu kota. Diantaranya adalah problem ibu kandung. Yaitu, ibu kandung dari belasan ribu PNS yang harus ikut pindah ke Kalimantan. Misalnya, siapa yang akan merawat ibu kandung yang selama ini harus tinggal bersama ribuan PNS itu?

Kalau mereka pindah ke Kalimantan, siapa yang bisa dititipi untuk menjaga ibu kandung mereka? Berapa banyak pula biaya ekstra yang harus dikeluarkan?

Apa yang akan terjadi seandainya ibu kandung yang dititipkan ke seseorang di Jakarta atau entah di mana, kemudian menghilang dan tak pulang-pulang ke rumah yang dititipi? Berapa biaya yang harus disediakan untuk mencari ibu kandung yang hilang itu?

Terus, seandainya ditemukan seorang wanita yang mirip dengan ibu kandung yang hilang itu, tapi ada keraguan apakah benar dia atau bukan, bagaimana pula dengan biaya tes DNA-nya? Sebab, tes DNA perlu dilakukan untuk memastikan agar si wanita yang mirip ibu kandung itu adalah si ibu kandung yang hilang.

Bagi para pejabat senior, khususnya yang masih bisa lolos OTT KPK, mungkin saja tidak ada masalah dengan ibu kandung kalau mereka pindah ke Kalimantan. Duit mereka banyak terus. Tetapi, belum tentu dengan belasan ribu PNS biasa yang harus ikut hijrah ke ibu kota baru.

Problem ibu kandung ini haruslah dipertimbangkan dengan matang sebelum ibu kota dipindahkan. Pemindahan ibu kota perlu dipikirkan masak-masak. Jangan setengah masak. Makanan setengah masak masih banyak bakterinya.

Mengapa harus dipikirkan sampai masak? Agar tidak membuat anak-anak menjadi durhaka kepada ibu kandung mereka.

Durhaka? Iya! Tentu bisa terjadi. Misalnya, kalau banyak diantara belasan ribu PNS yang harus pindah itu tak mampu membawa ibu kandung mereka, maka akan terbukalah pintu kedurhakaan. Sebab, mereka itu sangat perduli kepada ibu kandung. Tapi, gara-gara pindah ibu kota, tiba-tiba saja si anak tidak lagi menghiraukan ibu kandungnya.

Memang banyak orang yang tidak perduli ibu kandung. Mungkin ibu kandung dianggap menyusahkan mereka. Banyak juga yang tak perduli dengan silsilah ibu kandung. Bahkan mereka sembunyikan garis ibu kandungnya. Mereka anggap saja tidak ada. Banyak yang begini. Tapi, tentunya kita tak ingin seperti itu.

Jadi, perlulah direnungkan kembali. Jangan sampai solusi ibu kota menjadi problem ibu kandung.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Menjelang 100 Tahun Kemerdekaan: Reformasi Kepolisian dan Harapan akan Keadilan yang Sejati

Oleh Ariady Achmad
pada hari Minggu, 09 Nov 2025
Menjelang satu abad kemerdekaan Republik Indonesia, masyarakat berharap hadirnya keadilan yang nyata, bukan sekadar retorika. Di tengah euforia pembangunan dan transformasi digital, ada kegelisahan ...
Opini

RENDENOMINASI RUPIAH 2026–2030: Antara Rasionalisasi Ekonomi dan Ujian Kepercayaan Publik

Pendahuluan: Uang yang Disederhanakan, Bukan Daya Beli yang Dihilangkan Rencana pemerintah dan Bank Indonesia untuk memulai redenominasi rupiah pada periode 2026–2030 mulai kembali menjadi ...